Reporter: Fahriyadi | Editor: Adi Wikanto
JAKARTA. Sejak beberapa tahun lalu, penanganan lumpur Lapindo belum berujung. Hingga Juni 2013, Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) sudah menggunakan dana Rp 800 miliar untuk menangani semburan lumpur tersebut, atau 41% dari Rp total alokasi dana di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2013 Perubahan Rp 2,05 triliun.
Kepala BPLS, Sunarso, mengaku, anggaran penanganan lumpur Lapindo dari APBN selalu meningkat setiap tahun. Tahun ini, sebanyak Rp 1,8 triliun untuk mengatasi masalah sosial, Rp 135,9 miliar untuk mitigasi mengalirkan lumpur di luar peta terdampak ke kali Porong dan diteruskan ke Laut, sisanya membiayai hal administratif.
Anggaran untuk masalah sosial itu antara lain untuk membayar pembelian tanah dan bangunan di luar peta area terdampak pada tiga desa (Desa Besuki, Desa Kedungcangkring, dan Desa Pejarakan) dan 65 rukun tetangga (RT). "Kami harapkan, pekerjaan itu bisa selesai tahun ini," ujar Sunarso, Kamis (20/6).
Menurut Sunarso, bila masalah sosial ini kelar pada tahun 2013, pekerjaan BPLS pada tahun 2014 bakal lebih ringan. Tentunya, dana APBN untuk penanganan lumpur Lapindo tahun 2014 semakin kecil. BPLS hanya mengajukan dana Rp 845 miliar pada tahun depan.
Namun, tentu saja sulit mencapai target itu. Asal tahu saja, selama ini BPLS gagal memenuhi penyerapan anggaran hingga 100%. Realisasi anggaran selalu jauh dari rencana.
Sunarso beralasan, rendahnya penyerapan anggaran itu karena pekerjaan BPLS sering tersandera publik akibat blokade warga. Selain itu, PT Minarak Lapindo Jaya juga belum melunasi ganti rugi di area dalam peta terdampak.
Perusahaan milik keluarga Bakrie itu baru melunasi pembayaran sebesar Rp 3,04 triliun per Mei 2013. Itu hanya 79,54% dari total kewajibannya kepada masyarakat di dalam peta terdampak senilai Rp 3,8 triliun. "Jadi MLJ belum melunasi Rp 783 miliar dari total kewajiban dan mereka berjanji akan segera melunasinya," terang Sunarso.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News