Reporter: Venny Suryanto | Editor: Yudho Winarto
“Apabila penerima merupakan badan keagamaan, pendidikan, atau sosial termasuk yayasan, maka meski terdapat hubungan kepemilikan atau penguasaan antara pemberi dan penerima tetapi penghasilan atau keuntungan dari hasil bantuan, sumbangan, atau hibah tetap dikecualikan sebagai objek pajak penghasilan,” ujar Hestu dalam keterangan resminya, Selasa (28/7).
Hestu menambahkan, bagi pihak pemberi dengan segala bentuk bantuan, sumbangan, dan hibah dapat dijadikan sebagai pengurang penghasilan bruto untuk menghitung penghasilan kena pajak.
Adapun, Hestu juga memastikan beleid yang diatur dalam PMK No. 90/PMK.03/2020 mulai berlaku pada 21 Juli 2020.
Baca Juga: Kemenkeu catat posisi utang pemerintah capai Rp 5.264,07 triliun per akhir Juni 2020
Selain PMK no 90/2020 tersebut, Menteri Keuangan juga telah menetapkan PMK Nomor 92/PMK.03/2020 yang mengatur mengenai rincian jasa keagamaan yang tidak dikenai pajak pertambahan nilai.
Dalam PMK 92/2020 tersebut tertuang aturan bagi segala jenis jasa tertentu dalam kelompok jasa keagamaan yang tidak dikenai PPN meliputi jasa pelayanan rumah ibadah, jasa pemberian khotbah atau dakwah, jasa penyelenggaraan kegiatan keagamaan, dan jasa penyelenggaraan perjalanan ibadah keagamaan baik oleh pemerintah maupun oleh biro perjalanan wisata.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News