Reporter: Venny Suryanto | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di tengah pandemi Covid-19, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengeluarkan ketentuan bantuan, sumbangan, hingga harta hibahan yang dikecualikan sebagai objek pajak penghasilan (PPh) dari sisi pihak penerima yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 90/2020.
PMK No.90/2020 merupakan revisi atas beleid sebelumnya yakni PMK No.245/PMK.03/2008 tentang Badan dan Orang Pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil yang menerima harta hibah, bantuan dan sumbangan yang tidak termasuk sebagai objek pajak penghasilan.
Baca Juga: Kemenkeu: Alokasi insentif sektor pariwisata masih sebesar Rp 3,8 triliun
Pada ketentuan PMK 90/2020, bantuan atau sumbangan dikecualikan sebagai objek PPh sepanjang tidak ada hubungan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak yang bersangkutan.
Beleid ini turut mempertegas soal posisi sumbangan atau hibah yang akan dikecualikan dari objek pajak penghasilan sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Humas DJP, Hestu Yoga Saksama menjelaskan ada beberapa syarat agar penghasilan dari bantuan, sumbangan, atau harta hibahan (bagi wajib pajak penerima) maupun keuntungan akibat pengalihan harta melalui bantuan, sumbangan, atau hibah (bagi wajib pajak pemberi) dikecualikan sebagai objek pajak yakni sepanjang penghasilan yang dilakukan pihak-pihak tersebut tidak memiliki hubungan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan.
Beberapa syarat lainnya yang diterapkan agar penghasilan dalam bentuk hibah serta pemberian dalam bentuk bantuan, sumbangan, dan hibah dapat dikecualikan sebagai objek pajak penghasilan seperti misalnya pihak penerima harus merupakan orang tua kandung atau anak kandung, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil.
“Apabila penerima merupakan badan keagamaan, pendidikan, atau sosial termasuk yayasan, maka meski terdapat hubungan kepemilikan atau penguasaan antara pemberi dan penerima tetapi penghasilan atau keuntungan dari hasil bantuan, sumbangan, atau hibah tetap dikecualikan sebagai objek pajak penghasilan,” ujar Hestu dalam keterangan resminya, Selasa (28/7).
Hestu menambahkan, bagi pihak pemberi dengan segala bentuk bantuan, sumbangan, dan hibah dapat dijadikan sebagai pengurang penghasilan bruto untuk menghitung penghasilan kena pajak.
Adapun, Hestu juga memastikan beleid yang diatur dalam PMK No. 90/PMK.03/2020 mulai berlaku pada 21 Juli 2020.
Baca Juga: Kemenkeu catat posisi utang pemerintah capai Rp 5.264,07 triliun per akhir Juni 2020
Selain PMK no 90/2020 tersebut, Menteri Keuangan juga telah menetapkan PMK Nomor 92/PMK.03/2020 yang mengatur mengenai rincian jasa keagamaan yang tidak dikenai pajak pertambahan nilai.
Dalam PMK 92/2020 tersebut tertuang aturan bagi segala jenis jasa tertentu dalam kelompok jasa keagamaan yang tidak dikenai PPN meliputi jasa pelayanan rumah ibadah, jasa pemberian khotbah atau dakwah, jasa penyelenggaraan kegiatan keagamaan, dan jasa penyelenggaraan perjalanan ibadah keagamaan baik oleh pemerintah maupun oleh biro perjalanan wisata.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News