kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45909,31   7,91   0.88%
  • EMAS1.354.000 1,65%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Hasil survei LSI: 34,6% PNS menilai korupsi masih meningkat


Minggu, 18 April 2021 / 23:38 WIB
Hasil survei LSI: 34,6% PNS menilai korupsi masih meningkat
ILUSTRASI. Korupsi


Reporter: Ratih Waseso | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Lembaga Survei Indonesia (LSI) melaksanakan survei untuk mengetahui persepsi dan pengalaman pegawai negeri sipil (PNS) atau aparatur sipil negara (ASN) mengenai aspek-aspek penting yang terkait dengan reformasi birokrasi yakni soal korupsi, demokrasi, dan intoleransi.

Survei yang dilakukan sejak Januari hingga Maret 2021 kepada 22% jumlah PNS di Indonesia menunjukkan bahwa, ada 34,6% responden yang menyebut bahwa ada peningkatan korupsi yang terjadi di Indonesia dalam dua tahun terakhir.

Kemudian 33,9% menyebut masih belum ada perubahan dari sebelumnya tingkat korupsi, dan 25,4% justru menilai bahwa ada penurunan tingkat korupsi.

"Sebagai catatan secara umum persepsi PNS terhadap situasi korupsi di Indonesia lebih positif dibandingkan dengan masyarakat umum, pelaku usaha dan juga pemuka opini publik. Pada survei-survei tersebut, mayoritas menilai bahwa tingkat korupsi meningkat dalam dua tahun terakhir," jelas Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan dalam Rilis LSI pada Minggu (18/4).

Baca Juga: Kemenkes pastikan vaksinasi lansia telah siap dan meminta dukungan semua pihak

Meski persepsi PNS terhadap meningkatnya korupsi di Indonesia dua tahun ini lebih rendah dari persepsi masyarakat umum, pelaku usaha dan pemuka opini publik. Hal yang penting dicatat ialah dari keseluruhan survei tersebut menyebut adanya peningkatan korupsi di Indonesia.

Lebih lanjut, dimana bentuk penyalahgunaan korupsi yang paling banyak terjadi di instansi pemerintah ialah menggunakan wewenang untuk kepentingan pribadi, kemudian kerugian keuangan negara, gratifikasi, dan menerima suap.

Selain itu, dari pertanyaan mengenai pengalaman dalam situasi koruptif, mayoritas menyatakan dirinya dan rekan yang dikenalnya tidak pernah menyaksikan, 77,9% perilaku korupsi.

Kemudian sekitar 3,5% yang pernah menyaksikan sendiri PNS menerima uang/hadiah di luar ketentuan. Sementara 14,6% menyatakan tidak pernah menyaksikan sendiri, tapi ada orang yang dikenal secara pribadi pernah menyaksikannya.

Mengenai tempat atau divisi yang dianggap rentan terjadi korupsi ialah, bagian pengadaan 47,2%, baru kemudian bagian perizinan usaha 16%. Kemudian urutan selanjutnya bagian keuangan 10,4% dan bagian pelayanan 9,3% serta personalia 4,4%.

"Kalau lihat dari data ini berarti memang yang paling penting untuk menjadi salah satu sorotan utama dalam reformasi birokrasi adalah bagian pengadaan, meskipun bagian perizinan, keuangan dan pelayanan juga menjadi catatan," kata Djayadi.

Djayadi juga menyampaikan bahwa dari survei ditemukan mayoritas PNS yang mengetahui tentang unit pengawasan internal di instansi mereka. Mayoritas responden juga tahu tentang Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) dan percaya dengan hasil audit dari APIP.

Demikian juga dengan Unit Pengendalian Gratifikasi (UPG) dan keberadaan UPG mayoritas responden mengetahuinya.

Mengapresiasi adanya survei tersebut, Menteri Pendayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia (MenPAN-RB) Tjahjo Kumolo berharap, hasil survei LSI tersebut mampu menjadi referensi bagi pemerintah dalam merumuskan kebijakan ke depan. Sehingga dapat meningkatkan kualitas birokrasi saat ini.

Selain itu, Tjahjo menambahkan hampir saban bulan setidaknya ada beberapa PNS yang diputuskan untuk diberhentikan dengan alasan seperti memiliki paham radikalisme dan terorisme, korupsi, dan penggunaan narkoba.

"Hampir tiap bulan saya memutuskan dalam sidang Bapeg atau badan kepegawaian, masih ada saja harus saya putuskan PNS yang harus saya nonjobkan atau saya berhentikan karena tiga hal tadi," kata Tjahjo.

Baca Juga: Kelar Mei, begini update terbaru perihal restrukturisasi Jiwasraya

Lanjutnya, setiap bulan rata-rata hampir 20% sampai 30% PNS yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap, diambil keputusan untuk diberhentikan dengan tidak hormat.

Tak hanya itu, Tjahjo juga mengungkapkan, pada Pilkada serentak di Desember tahun 2020 lalu, masih ada sekitar 10% PNS yang ikut melibatkan diri.

"Jadi tidak profesional masih melibatkan diri menjadi pendukung pasangan calon di Pilkada. Jadi mau siapapun yang jadi presiden, yang jadi menteri, gubernur, bupati, walikota dan dari partai manapun tapi ASN itu harus profesional," jelasnya.

Meski demikian, Tjahjo tak menampik bahwa PNS menjadi satu karir yang cukup menarik minat generasi muda dari 2019 sampai sekarang. Dimana dari 4,3 juta yang mendaftarkan diri mengikuti seleksi PNS, mayoritas merupakan generasi muda.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×