Reporter: Lailatul Anisah | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Artis sekaligus istri dari tersangka kasus korupsi PT Timah Tbk (TINS) Harvey Moeys, Sandra Dewi kembali diperiksa Kejaksaan Agung (Kejagung) hari ini, Rabu (15/5).
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejagung, Kuntadi menegaskan bahwa Sandra Dewi masih diperiksa sebagai saksi. Selain itu, Kejagung belum bisa memastikan enggan apakah status Sandra akan ditingkatkan dari saksi menjadi tersangka.
"Masih saksi, kita tidak bicara kemungkinan (jadi tersangka), kita bicara alat bukti," kata Kuntadi dalam keterangan pers daring, Rabu Malam (15/5).
Lebih terang, tujuan pemeriksaan itu adalah terkait penelusuran pemisahan harta antara Sandra dengan suaminya, Harvey yang saat ini telah ditetapkan sebagai tersangka kasus Korupsi Timah ini.
Baca Juga: Sandra Dewi Penuhi Panggilan Kejagung Sebagai Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah
Kejagung mengaku telah mengantongi beberapa bukti pendukung seperti data terkait sumber harta Sandra yang masih aktif bekerja sebagai pelaku seni. Bukti tersebut nantinya akan ditelusuri untuk pendalaman kasus apakah aset yang dimiliki oleh Sandra terkait dengan tindak pidana korupsi ini.
"Kita sudah punya data pemasukannya (Sandra), apakah hartanya pantas atau wajar dengan aset yang dia punya, akan ditelusuri," ungkapnya.
Sebelumnya, Kejagung telah menetapkan total 21 tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata niaga timah di IUP PT Timah. Mulai dari Direktur Utama PT Timah 2016-2021, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani hingga Harvey Moeis sebagai perpanjangan tangan dari PT Refined Bangka Tin.
Baca Juga: Anggarkan Capex Rp 750 Miliar, Ini Jurus Timah (TINS) Genjot Kinerja di 2024
Kejagung menyebut nilai kerugian ekologis dalam kasus ini diperkirakan mencapai Rp 271 triliun berdasarkan hasil perhitungan dari ahli lingkungan IPB Bambang Hero Saharjo.
Nilai kerusakan lingkungan terdiri dari tiga jenis yakni kerugian ekologis sebesar Rp 183,7 triliun, ekonomi lingkungan sebesar Rp 74,4 triliun dan terakhir biaya pemulihan lingkungan mencapai Rp 12,1 triliun.
Kendati demikian, Kejagung menegaskan bahwa nilai kerugian tersebut masih belum bersifat final. Kejagung menyebut saat ini penyidik masih menghitung potensi kerugian keuangan negara akibat aksi korupsi itu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News