Reporter: Lailatul Anisah | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Wakil Ketua Dewan Pembina Gerindra Hashim Djojohadikusumo membantah bahwa proyek food estate atau lumbung pangan di Papua Selatan dianggap sebagai deforestasi.
Hashim menegaskan, 60% proyek itu digarap di lahan kosong dan bukan kawasan hutan Papua Selatan. Menurutnya proyek itu juga digarap dengan memperhatikan dampak terhadap lingkungan.
"Kawasan food estate di Papua Selatan itu dimulai dengan 60% lahan kosong tidak ada kayu dan hutan. Maka, deforestasi tidak sebanyak itu," kata Hashim dalam Rapimnas Kadin 2024 di Hotel Mulia, Jakarta, Minggu (1/12).
Adik Presiden Prabowo Subianto ini menekankan lahan yang digunakan untuk program swasembada pangan ini berupa lahan alang-alang atau savana. Pun, jika ada penebangan pohon menurutnya itu dilakukan bukan di kawasan inti hutan.
Baca Juga: Prabowo - PM Wong Bahas Investasi Hilirisasi Industri hingga Pangan
Untuk itu, dirinya membantah proyek swasembada pangan ini dapat merusak lingkungan di wilayah Papua.
Malahan, menurutnya Prabowo memiliki program khusus untuk memperbaiki hutan rusak seluas 12,7 hektare (ha).
"Ini untuk menanggapi kritik dari luar negeri, bahwa pemerintah Indonesia tidak menebang hutan untuk bikin kawasan food estate atau deforestasi," jelasnya.
Sebelumnya, Sejumlah kelompok masyarakat adat Papua Selatan, Solidaritas Merauke, bersama Yayasan Lembaga Hukum Indonesia (YLBHI) mendesak pemerintah menghentikan proyek strategis nasional (PSN) Food Estate Merauke di Papua Selatan.
Pembangunan Kawasan Pengembangan Pangan dan Energi Merauke di Papua Selatan tersebut dinilai melanggar peraturan terkait hak hidup masyarakat adat hingga lingkungan.
Aktivis LBH Papua Pos Merauke, Teddy Wakum, mengatakan bahwa kebijakan dan pelaksanaan proyek food estate PSN Merauke tidak memiliki informasi yang jelas dan cenderung tertutup.
"Proyek PSN Merauke harus dihentikan karena melanggar konstitusi dan peraturan yang berkenaan dengan hak hidup, hak masyarakat adat, hak atas tanah, hak bebas berpendapat, hak atas pembangunan, hak atas pangan dan gizi, hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, serta prinsip tujuan pembangunan berkelanjutan," tutur Teddy dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (16/10).
Baca Juga: RI bakal Impor Beras Lagi Untuk Ketahanan Pangan, Pegamat Sarankan Ini
Direktur Yayasan Pusaka Bentala Rakyat, Franky Samperante, menegaskan bahwa penggusuran, penghancuran dan penghilangan hutan, dusun, rawa dan lahan gambut dalam skala luas akan meningkatkan krisis lingkungan.
Ia menjelaskan, areal cetak sawah baru sejuta hektar dan perkebunan tebu GPA Group berlokasi pada kawasan hutan dan berada pada daerah moratorium izin atau Peta Indikatif Penundaan Izin Baru (PIPIB).
"Areal GPA Group lebih dari 30% atau sekitar 145.644 hektar berada di PIPIB, karenanya proyek ini mempunyai resiko lingkungan hidup utamanya meningkatkan emisi gas rumah kaca, yang secara kumulatif meningkatkan krisis ekologi," papar Franky.
Selanjutnya: Pemilik Mobil Tesla Ini Terkejut dengan Tagihan Perbaikan Mahal Akibat Kebocoran Oli
Menarik Dibaca: Bunga Deposito BCA Tertinggi 3,25% di Bulan Desember 2024
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News