Reporter: SS. Kurniawan | Editor: S.S. Kurniawan
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Hari ini (26/8), kalau tidak ada aral melintang, Presiden Joko Widodo bakal mengumumkan lokasi Ibu Kota negara baru di Pulau Kalimantan. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menegaskan, Kalimantan adalah satu-satunya pulau di Indonesia dengan tingkat aktivitas kegempaan relatif paling rendah.
"Meskipun di Pulau Kalimantan terdapat struktur sesar dan memiliki catatan aktivitas gempa bumi, secara umum wilayah Pulau Kalimantan masih relatif lebih aman dibanding daerah lain di Indonesia, seperti Pulau Sumatra, Jawa, Sulawesi, dan Papua yang memiliki catatan sejarah gempa merusak dan menimbulkan korban jiwa sangat besar," ungkap Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam siaran pers, akhir pekan lalu.
Menurut Dwikorita, kondisi seismisitas Kalimantan yang relatif rendah ini berdasarkan sejumlah fakta.
Baca Juga: Peringatan dini BMKG: Waspada hujan lebat disertai petir
Pertama, wilayah Pulau Kalimamtan memiliki jumlah struktur sesar aktif yang jauh lebih sedikit dari pulau-pulau lain di Indonesia.
Kedua, wilayah Pulau Kalimantan lokasinya cukup jauh dari zona tumbukan lempeng (megathrust). Sehingga, suplai energi yang membangun medan tegangan terhadap zona seismogenik di Kalimantan tidak sekuat dengan akumulasi medan tegangan zona seismogenik yang lebih dekat zona tumbukan lempeng.
Ketiga, beberapa struktur sesar di Kalimantan kondisinya sudah berumur tersier sehingga segmentasinya banyak yang sudah tidak aktif lagi dalam memicu gempa.
Toh, untuk mengantisipasi bencana yang mungkin terjadi khususnya di wilayah pesisir Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Selatan yang berhadapan dengan sumber gempa, maka perlu menyusun strategi mitigasi dengan menyiapkan tata ruang pantai agar masyarakat pesisir lebih aman.
"Tata ruang pemanfaatan daerah pesisir harus berbasis mitigasi bencana. Ini penting guna mengantisipasi bencana tsunami di pantai rawan tsunami dan tangguh menghadapi tsunami," tegas Dwikorita.
Baca Juga: BMKG mencatat gempa magnitudo 4,4 yang terasa di Enggano, Minggu malam (25/8)
Selain itu, konsep evakuasi mandiri juga menjadi pilihan tepat dan efektif untuk menyelamatkan masyarakat dari ancaman tsunami. Evakuasi mandiri dengan menjadikan guncangan gempa kuat sebagai peringatan dini tsunami alami bisa menjamin keselamatan masyarakat.
Dwikorita menjelaskan, edukasi evakuasi mandiri dan pelatihan evakuasi (drill) akan menjadi materi penting dalam kegiatan sosialisasi untuk masyarakat dan stakeholder di wilayah pantai rawan tsunami oleh berbagai lembaga terkait, seperti BNPB, BPBD, dan BMKG. Masyarakat yang ditinggal di zona sesar aktif dan di kawasan pesisir harus memahami bagaimana cara selamat saat terjadi gempa bumi dan tsunami.
"Jika tempat tinggal kita di daerah rawan, maka yang penting dan harus disiapkan adalah langkah mitigasinya, kesiapsiagaannya, kapasitas masyarakat dan stakeholder, serta infrastruktur yang kuat untuk menghadapi gempa dan tsunami yang mungkin terjadi," imbuh Dwikorita.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News