Reporter: Bidara Pink | Editor: Syamsul Azhar
Selain itu juga akan menambah belanja negara Rp 3,1 triliun-Rp 3,9 triliun.
Sementara defisit anggaran akan bertambah sebesar Rp 1,3 triliun-Rp 1,8 triliun. Sebaliknya, jika ICP turun, maka penerimaan, belanja, dan defisit anggaran juga akan berkurang sebesar itu.
Baca Juga: Alhamdulillah, tunjangan negara bagi tenaga medis pelawan corona segera dicairkan
Ekonom Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengatakan, penurunan harga minyak mentah ini memberi kabar buruk bagi penerimaan negara secara umum. Bahkan jika terjadi terus menerus, penerimaan negara bisa turun hingga 5%.
"Kalau berlanjut jelas akan berpengaruh ke penerimaan. Penerimaan negara bukan pajak (PNBP) maupun dari perpajakan bisa terkoreksi," kata Bhima kepada KONTAN, Senin (20/4).
Baca Juga: Harga Minyak Mentah US$ 11,82 per barel, begini nasib ke penerimaan negara 2020
Di sisi lain, ada sisi positif dari penurunan harga minyak. Pemerintah bisa merespon lewat penurunan harga bahan bakar minyak (BBM) dan Elpiji tabung 3 kilogram.
Namun, Direktur Jenderal (Dirjen) Anggaran Kementerian Keuangan (Kemkeu) Askolani mengatakan, pemerintah masih akan terus memantau perkembangan harga minyak dan pengaruhnya terhadap penerimaan negara.
Baca Juga: Infrastruktur ditunda, anggaran digunting
Ia menambahkan, pemerintah hingga kini masih menggunakan rerata ICP hingga Maret untuk perhitungan APBN di tahun ini yang masih di kisaran US$ 50 per barel.
"Tentu kami akan melihat tren minyak ini sampai dengan akhir tahun 2020. Jadi bukan harian atau mingguan untuk saat ini," tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News