Reporter: Grace Olivia | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah meyakini kondisi makroekonomi Indonesia di paruh kedua 2019 akan lebih baik. Setidaknya, hal tersebut tecermin dari sejumlah asumsi indikator makro yang diproyeksikan untuk semester II-2019.
Berdasarkan hasil Panja Perumus Kesimpulan Pembahasan Laporan Semester I dan Prognosis Semester II APBN 2019, pemerintah dan DPR menyepakati beberapa proyeksi asumsi makro hingga akhir tahun.
Baca Juga: Pemerintah dan DPR setujui target pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2019 hanya 5,2%
Pertama, pertumbuhan ekonomi semester II-2019 diperkirakan lebih tinggi dari sebelumnya 5,1% menjadi sebesar 5,2%.
Kinerja perdagangan internasional yang diharapkan membaik, peningkatan daya saing dan daya tarik investasi di dalam negeri, serta kestabilan makroekonomi diharap memberikan dorongan pada perekonomian.
Kedua, inflasi juga diperkarakan tetap terjaga pada tingkat 3,1% di semester kedua. Kebijakan pengendalian harga pangan dan pengelolaan inflasi komponen administered price pada tingkat yang rendah diharap dapat menjaga sasaran inflasi nasional yang dipatok 2,5%-4,5% sampai akhir tahun.
Baca Juga: Menengok Peluang Reksadana Saham
Ketiga, pemerintah juga optimistis menjaga nilai tukar rupiah lebih rendah yaitu Rp 14.303 per dollar Amerika Serikat (AS) sepanjang semester kedua. Secara keseluruhan sepanjang tahun, kurs rupiah diproyeksi sebesar Rp 14.250 per dollar AS, di bawah asumsi pemerintah dalam APBN yang sebesar Rp 15.000.
Keempat, suku bunga surat perbendaharaan negara (SPN) 3 bulan awalnya dipatok 5,3% selama tahun 2019. Namun, pemerintah memproyeksi tingkat bunga SPN 3 Bulan akan lebih tinggi dari asumsi pada semester II yaitu 5,4% dan sepanjang tahun sebesar 5,6%.
Baca Juga: Realisasi asumsi makro meleset, Menkeu belum pertimbangkan ada APBN-P
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya menjelaskan, kenaikan suku bunga SPN 3 bulan merupakan implikasi dari kenaikan suku bunga The Fed yang diikuti kenaikan suku bunga Bank Indonesia sepanjang tahun lalu yang masih terasa hingga kini.
“Eskalasi perang dagang juga menimbulkan persepsi risiko pada negara-negara emerging market dan negara berkembang,” ungkapnya.
Baca Juga: Target Pertumbuhan Ekonomi Maksimal Hanya 5,5%
Kelima, harga minyak mentah ICP diperkirakan tetap stabil pada kisaran US$ 63 per barel di semester dua, meski OPEC+ melanjutkan pemangkasan produksi hingga Maret 2020. Proyeksi ICP ini juga lebih rendah dari asumsi sebelumnya yaitu US$ 70 per barel.
Keenam, lifting minyak dan gas bumi diproyeksi masing-masing mencapai 753.000 barel per hari (bpd) dan 1,09 juta bpd setara minyak pada semester kedua.
Baca Juga: Analis: Bursa saham Indonesia masih tetap prospektif di antara bursa Asia
Dengan demikian, lifitng minyak dan gas bumi sampai dengan akhir tahun diperkirakan masing-masing mencapai 754.000 bpd dan 1,07 juta bpd setara minyak.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News