Reporter: Yudho Winarto | Editor: Test Test
JAKARTA. Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan, kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bakal mempengaruhi angka inflasi. Meski demikian, pengaruhnya tidak terlalu signifikan.
"Pengaruh terhadap inflasi itu pasti. Untuk besarannya tergantung, ada dampak langsung ke konsumen dan ada dampak tidak langsung. Angkanya tidak terlalu besar. Yang pertama tetap dari beras," tutur Pelaksana tugas (Plt) Kepala BPS Suryamin, di kantor wakil presiden, Jumat (20/1).
Menurut Suryamin, ini bisa dijadikan pertimbangan untuk pemerintah jika pada akhirnya mengambil opsi menaikkan harga BBM. Mengingat, angka inflasi tahun 2011 terhitung stabil yakni 3,79%. Angka ini jauh dari target pemerintah yang menetapkan inflasi 5,3% di 2011.
Jika laju inflasi sama seperti tahun 2011, lanjut Suryamin, pemerintah tidak perlu khawatir untuk memilih opsi kenaikan harga BBM. "Kalau inflasi stabil jadi tidak usah khawatir. Tapi besaran kenaikannya itu yang harus kita hitung, bisa Rp 500 bisa Rp 1.000. Itu BPS harus data dulu," ujarnya.
Selain bakal menjalankan program pembatasan BBM bersubsidi pada 1 April mendatang, pemerintah pun mulai berpikir untuk menaikkan harga BBM. Tujuannya untuk terus mengurangi beban anggaran subsidi.
Perihal kenaikan harga BBM, Wakil Menteri ESDM, Widjajono Partowidagdo telah memaparkan tiga opsi. Opsi pertama menaikkan harga BBM premium untuk mobil pribadi secara bertahap. Ilustrasinya, pada 1 April 2012 harga BBM bersubsidi dinaikan menjadi Rp 6.000 per liter, 2013 menjadi Rp 7.000 per liter dan 2014 menjadi harga pasar sekitar Rp 8.000 per liter.
Opsi kedua, menaikkan harga premium untuk mobil pribadi secara otomatis sebesar 5% per bulan, sehingga butuh waktu sekitar 18 bulan untuk mencapai harga pasar.
Opsi ketiga, harga premium ditetapkan mengikuti harga pasar terutama pada kawasan tertentu per April dan secara bertahap mencakup skala nasional. Harga premium menjadi Rp 8.000 per liter.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News