Reporter: Jane Aprilyani | Editor: Uji Agung Santosa
JAKARTA. Perseteruan antara PT Saripari Pertiwi Abadi melawan PT Chevron Pacific Indonesia akan berlanjut ke jalur arbitrase. Ini adalah konsekuensi putusan hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang menerima keberatan (eksepsi) yang diajukan Chevron.
Dalam sidang perkara yang digelar kemarin, hakim PN Jakarta Pusat menyatakan tidak berwenang mengadili sengketa ini, seperti yang tertuang dalam berkas perkara bernomor 319/Pdt.G/2014/PN.Niaga.Jkt.Pst. "Kedua perusahaan ini terikat dalam kontrak, dan dalam kontrak ini penyelesaian sengketanya melalui arbitrase" kata Suko Priyo, Hakim Ketua penyidang perkara ini, dalam sidang yang berlangsung Selasa (13/1).
Saripari tak terima dengan putusan tersebut dan berniat mengajukan banding. Alasannya, perkara ini mengandung unsur pidana, dan telah dilaporkan ke polisi. "Yang namanya pidana tidak bisa dinegosiasikan," tandas Dewi Yuniar, pengacara Saripari.
Sebaliknya, Chevron menilai putusan hakim sudah tepat. Dasril Affandi, pengacara Chevron, mempersilakan Saripari mengajukan banding. Namun dia menilai putusan hakim sudah sesuai fakta hukum yaitu berdasarkan kontrak kedua perusahaan.
Sengketa ini bermula dari kontrak pengeboran minyak yang diterima Saripari dari Chevron pada 20 Januari 2008. Kontrak bernilai US$ 42,20 juta ini seharusnya dilaksanakan maksimal empat tahun.
Saripari menggandeng Asuransi Ramayana menerbitkan performance bond sebesar 5% nilai kontrak atau US$ 2,11 juta. Asuransi ini bertujuan menjamin kinerjanya.
Mei 2008, nilai kontrak turun menjadi US$ 37,09 juta. Bahkan pada 16 Agustus 2012, Chevron memutus kontrak Saripari. Alasannya, pekerja Saripari mogok sehingga tidak menjamin isi kontrak. Itu sebabnya, Chevron meminta Asuransi Ramayana mencairkan performance bond.
Saripari menolak permintaan tersebut. Kalaupun tetap dicairkan, nilainya berubah sesuai nilai kontrak akhir.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News