Reporter: Dikky Setiawan | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Pasca kerusuhan saat sidang berlangsung, Mahkamah Konstitusi (MK) tampaknya mulai mempertimbangkan kembali kewenangannya untuk menggelar sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Kepala Daerah.
Hakim senior MK, Harjono, mengatakan sejak awal sebenarnya dia tidak setuju kewenangan PHPU dilimpahkan ke MK karena itu mengganggu tugas utama MK dalam pengujian Undang-undang.
"Saya dari dulu tidak setuju Pilkada itu di MK, saya tidak setuju. Tugas utama MK menjadi tergeser, tugas utama MK menguji Undang-undang dan sengketa lembaga negara," ujar Harjono kepada wartawan di MK, Jakarta, Kamis (14/11/2013).
Akibat pelimpahan wewenang PHPU tersebut, lanjut Harjono, banyak sidang putusan PUU tidak bisa dibacakan karena waktu MK tersita untuk persidangan PHPU.
"Sekarang beberapa putusan pengujian undang-undang yang tidak bisa dibacakan gara-gara putusan MK banyak yang menunggu, bukan kita tunda-tunda karena mencari aman karena memang karena putusan Pilkada ada batas waktunya kita harus penuhi," terang Harjono.
Mahkamah memang hanya diberi waktu 14 hari untuk menyidangkan PHPU sejak didaftarkan ke MK.
Terkait penyebab tindakan anarkis pendukung dalam PHPU Maluku, Harjono menyerahkan sepenuhnya kepada aparat kepolisian.
"Itu urusan sana (polisi), tahu atau enggak, kita enggak ada masalah. Itu urusan penegak hukum," kata dia.
Sekadar informasi, dunia peradilan di Indonesia tercoreng akibat aksi anarkis pendukung dalam sidang putusan ulang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Kepala Daerah Provinsi Maluku.
Massa yang beringas membanting kursi, merusak tiga buah LCD, melemparkan mikropon, dan merusak-properti MK lainnya. Parahnya lagi, ruang sidang pleno yang notabene saat sidang masih berlangsung juga diserbu dan menjadi sasaran amuk massa. (Tribunnews.com)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News