kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.783   12,00   0,08%
  • IDX 7.487   7,88   0,11%
  • KOMPAS100 1.159   4,22   0,37%
  • LQ45 919   5,86   0,64%
  • ISSI 226   -0,48   -0,21%
  • IDX30 474   3,57   0,76%
  • IDXHIDIV20 571   3,72   0,66%
  • IDX80 132   0,67   0,51%
  • IDXV30 140   1,16   0,83%
  • IDXQ30 158   0,67   0,43%

Hakim hukum DGIK Rp 47,9 M atas kasus korupsi


Senin, 27 November 2017 / 20:44 WIB
Hakim hukum DGIK Rp 47,9 M atas kasus korupsi


Reporter: Teodosius Domina, Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta akhirnya menjatuhkan hukuman penjara selama 4 tahun dan 8 bulan penjara kepada Dudung Purwadi, mantan Presiden Direktur PT Duta Graha Indah (DGI) atau saat ini bernama PT Nusa Konstruksi Enjiniring Tbk (DGIK).

Di samping itu, Majelis Hakim yang diketuai Hakim Sumpeno menghukum Dudung untuk membayar denda sebesar Rp 250 juta subsider 3 bulan kurungan.

"Menyatakan terdakwa Dudung Purwadi terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama dan berlanjut sebagaimana dakwaan pertama primer dan kedua primer," kata ketua majelis hakim Sumpeno, Senin (27/11).

Dudung terbukti memperkaya pihak lain secara melawan hukum melalui dua proyek. Masing-masing adalah pembangunan rumah sakit infeksi dan pariwisata Universitas Udayana di Bali dan Wisma Atlet di Sumatera Selatan.

Atas vonis yang diterimanya, Dudung masih mempertimbangkan apakah akan mengajukan upaya banding atau tidak.

Ada yang lain dalam vonis hukum kasus ini, yakni majelis hukum tidak membebani Dudung membayar uang pengganti. Pidana tambahan ini dinyatakan harus dibayarkan DGIK. Ini kali pertama korporasi menerima hukuman atas kasus korupsi.

Uang pengganti ini dihitung dari keuntungan yang didapat perusahaan dikurangkan dengan uang yang diperoleh pihak lain, seperti Muhammad Nazaruddin dan Wafid Muharram.

Untuk proyek RS Udayana dan Wisma Atlet ini, DGIK dihukum membayar uang pengganti sebanyak Rp 14,48 miliar dan Rp 33,42 miliar.

Sebelumnya, Jaksa KPK dalam tuntutannya meminta uang pengganti berdasarkan dari duit titipan DGIK untuk dua kasus ini. Yaitu sebesar Rp 15,12 miliar untuk kasus korupsi pembangunan RS Udayana di Bali, ditambah sebesar Rp 24 miliar untuk kasus korupsi pembangunan wisma atlet dan gedung serbaguna di Sumatera Selatan.

Dalam analisa yuridis, jaksa menguraikan, tuntutan bayar uang pengganti oleh suatu perusahaan didasarkan pada Peraturan Mahkamah Agung 13 tahun 2016 tentang tata cara penanganan tindak pidana korporasi. Di situ diuraikan, tindakan Dudung selaku direksi mewakili tindakan korporasi. Maka sejatinya tindak pidana tersebut dilakukan oleh korporasi.

Namun demikian, pengurus korporasi tetap dapat dikenakan pertanggungjawaban dan begitu pula korporasinya, yaitu PT DGI.

Sementara itu, tindakan aktif yang dilakukan oleh Dudung yang membuatnya bisa dijerat ialah lantaran Dudung pernah menemui Muhammad Nazaruddin. Bos Anugerah Grup sekaligus Bendahara Umum Partai Demokrat ini dikenal kalangan kontraktor sebagai orang yang mempunyai kekuasaan (power) dalam mengatur anggaran. Naazarudin juga dianggap bisa menentukan calon pemenang penyedia jasa (rekanan) proyek pemerintah yang dibiayai APBN.

Dudung pun dinyatakan telah membuat komitmen dengan Nazaruddin yang pada intinya akan dibantu mendapat proyek asal Nazaruddin diberi fee. Pengaturan besaran fee ini diakui dilakukan oleh bawahan Dudung. Namun jaksa KPK menganggap aksi ini merupakan kesengajaan yang dikehendaki, diketahui dan disadari oleh Dudung.

Dengan demikian, perbuatan Dudung dinilai melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain atau suatu korporasi secara melawan hukum.

Untuk proyek RS Udayana pihak yang diperkaya adalah PT DGI senilai Rp 24 miliar, Nazaruddin sebanyak Rp 10 miliar dan Dudung sebanyak Rp 15 miliar karena memiliki saham 150 juta lembar.

Untuk proyek di Sumatera Selatan, pihak yang diperkaya ialah PT DGI senilai Rp 42,71 miliar, Nazaruddin sebnlanyak Rp 4,67 miliar, Rizal Abdullah dan panitia lelang sebanyak Rp 1 miliar, kemudian Wafid Muharam yang menerima cek tunai Rp 3,2 miliar serta Dudung sendiri yang mendapat keuntungan Rp 15 miliar.

Keuntungan yang dinikmati Dudung ini berasal dari dividen karena ia memiliki saham sebanyak 150 juta lembar.

Namun, DGIK masih harus menghadapi delapan vonis terkait pidana ganti rugi ini . Pasalnya, dalam statusnya sebagai tersangka korporasi dalam tindak pidana korupsi, DGIK diketahui terlibat dalam 10 proyek pembangunan.

Hari ini, saham DGIK melorot 1,49% berakhir pada level Rp 66.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×