Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah telah kembali memberikan subsidi fiskal dalam upaya mendorong industri mobil listrik dan properti pada tahun ini. Meskipun demikian, dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi dinilai terbatas mengingat adanya pelemahan daya beli kelas menengah.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) baru saja mengeluarkan tiga aturan baru terkait insentif pajak untuk industri kendaraan listrik dan properti.
Pertama, pemerintah akan menanggung pajak pertambahan nilai (PPN) untuk pembelian mobil listrik lokal yang diproduksi, sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 8/2024.
Baca Juga: Menilik Dampak Pemberian Insentif Pajak untuk Mobil Listrik dan Properti pada 2024
Kedua, insentif pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) juga diberlakukan untuk impor mobil listrik completely built up (CBU) dan penyerahan mobil listrik completely knocked-down (CKD) melalui PMK Nomor 9/2024. Insentif ini mencakup penghapusan 100% PPnBM yang terutang.
Sementara itu, insentif PPN juga diberikan untuk pembelian rumah seharga Rp 2 miliar hingga Rp 5 miliar, diatur melalui PMK Nomor 7/2024.
Meskipun langkah ini diambil, kontribusi industri otomotif terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) relatif kecil, demikian pula dengan sektor real estate.
Dalam laporan Badan Pusat Statistik (BPS), industri alat angkutan menyumbang 1,49% terhadap PDB, sementara perdagangan mobil, sepeda motor, dan reparasinya mencapai 2,24%. Di sisi lain, real estate berkontribusi sebesar 2,42% dan sektor konstruksi 9,29%.
Baca Juga: Pemerintah Guyur Insentif Mobil Listrik dan Properti pada 2024, Apa Untungnya?
Guyuran insentif fiskal ini dianggap terbatas karena alokasi anggarannya tidak besar. Misalnya, untuk insentif PPN properti, hanya Rp 2,96 triliun dialokasikan sepanjang tahun ini.