Reporter: Sinar Putri S.Utami | Editor: Adi Wikanto
JAKARTA. Pengadilan Negeri Jakarta Pusat akhirnya menolak gugatan warga negara (citizen lawsuit) Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu soal perpanjangan konsesi Jakarta International Container Terminal (JICT).
Dalam putusan yang dibacakan, Selasa (21/2) ketua majelis hakim Eko Sigianto mengatakan, gugatan penggugat tak memenuhi syarat formal gugatan. Pertama, gugatan tidak diajukan terhadap penyelenggara negara.
Dalam artian penyelenggara negara adalah warga negara Indonesia yang berstatus Presiden, Wakil Presiden, hingga Menteri. Sementara dalam gugatannya penggugat menyertakan PT Pelabuhan Indonesia II (Pelindo II, Hutchison Port Holdings Limited, Menteri Perhubungan Republik Indonesia, dan PT Jakarta International Container Terminal sebagai para tergugat.
Kedua, penggugat seharusnya mengirimkan notifikasi kepada penyelenggara negara terkait adanya gugatan ini. Hal ini bertujuan agar penyelenggara negara memahami jika ada suatu aturan yang melanggar undang-undang. Dalam prosedurnya, notifikasi kepada pihak terkait harus dilakukan 60 hari sebelum gugatan didaftarkan ke pengadilan.
"Namun, notifikasi tersebut tidak diterima oleh penyelenggara negara yang bersangkutan, dalam hal inI Menteri Perhubungan," ungkap Eko. Lalu ketiga, kerugian materiil yang dimasukkan dalam gugatan dianggap tidak perlu.
Dengan demikian, lantaran syarat tersebut belum terpenuhi oleh penggugat maka majelis hakim tidak perlu memeriksa pokok perkara. "Mengadili gugatan penggugat tidak dapat diterima," kata Eko dalam amat putusan.
Dalam putusan ini hanya dihadiri oleh para tergugat. Sedangkan penggugat tak hadir tanpa alasan. Menanggapi hal tersebut kuasa hukum Pelindo II Aura Akhman mengatakan, putusan majelis sudah tepat. Sebab, sejak awal persidangan ia mendalilkan Pelindo II merupakan badan usaha milik negara yang tidak bisa dikategorikan sebagai penyelenggara negara.
“Kami sebenarnya hanya menjalankan dan mengikuti gugatan citizen lawsuit ini sesuai dengan prosedur. Sebab, majelis hakim bisa memeriksa pekara semacam ini,” katanya.
Sekretaris Perusahaan Pelindo II Banu Astrini bilang pada prinsipnya perusahaan menghormati proses hukum dan akan terus bersikap koorperatif secara kelembagaan ketika ada yang mengajukan keberatan.
Kuasa hukum Hutchison Port Holdings Tedy Rachmanto menyampaikan, putusan ini dapat memberikan dampak baik bagi iklim investasi tanah air. Sebab sebelumnya, hal ini cukup diperhatikan oleh investor asing.
Secara terpisah, perwakilan Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu FX Arief Puyuono mengatakan akan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Ia malah menuding, majelis hakim seakan memperlambat proses persidangan dengan mengulur-ulur waktu.
Sekadar tahu saja, gugatan ini sudah dilayangkan sejak 7 Agustus 2015 alias butuh sekitar 18 bulan untuk memutus perkara ini. "Kami akan melakukan banding setelah mendapat salinan putusan," tegas dia kepada KONTAN, Rabu (22/2).
Perkara ini bermula saat penggugat menilai perpanjangan konsesi JICT itu melanggar Pasal 2 ayat 1 UU No. 18 Tahun 2003 dan UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Dimana, Pelindo II dan Hutchison patut diduga melakukan persengkokolan agar Hutchison memenangkan tender konsesi tersebut, jelas perbuatan ini bertentangan dengan UU No. 5.
Perpanjangan konsesi itu juga melanggar asas kepatutan. Dimana, nilai yang didapat Pelindo II dari Hutchison terlalu rendah yakni hanya US$ 215. Padahal kapasitas volumenya sudah meningkat dua kali lipat menjadi 2,8 juta teus.
Padahal berdasarkan hasil verifikasi Financial Research Institute (FRI) yang adalah konsultan independen Dewan Komisaris Pelindo IImenyatakan nilai JICT saat ini seharusnya adalah US$ 854 juta. Dengan begitu, bila Hutchison hanya mengeluarkan dana US$ 215 juta seharusnya hanya berhak memiliki 25,2% saham JICT. Nilai konsesi baru yang US$ 215 juta itu hanya setara dengan keuntungan JICT selama dua tahun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News