kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Golkar minta pembahasan RUU Ketentuan Umum Perpajakan tidak tergesa-gesa


Kamis, 16 September 2021 / 13:45 WIB
Golkar minta pembahasan RUU Ketentuan Umum Perpajakan tidak tergesa-gesa
ILUSTRASI. Fraksi Partai Golkar minta pembahasan RUU Ketentuan Umum Perpajakan tidak tergesa-gesa.


Reporter: Siti Masitoh | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Fraksi Partai Golkar DPR telah menyerahkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU tentang Perubahan Kelima atas UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP) dalam rapat kerja bersama Pemerintah pada Senin (13/09).

Terkait hal tersebut, Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi Partai Golkar Puteri Anetta Komarudin menilai pembahasan RUU tersebut perlu dibahas secara mendalam dan hati-hati. Ia memahami pentingnya reformasi perpajakan guna mendukung konsolidasi fiskal menuju disiplin fiskal sesuai amanat UU Keuangan Negara. Namun demikian, upaya reformasi ini perlu dilakukan dengan sangat hati-hati, cermat, dan tidak tergesa-gesa dengan pula memperhatikan kondisi perekonomian yang masih terdampak pandemi.

"Tentu kita juga perlu memastikan bahwa pembahasan nantinya berlangsung dengan komprehensif dan mempertimbangkan masukan dari masyarakat,” ujar Puteri dalam keterangan tertulis, Kamis (16/9).

Baca Juga: DPR ramai-ramai tolak usulan penerapan PPN sembako, kesehatan, dan jasa pendidikan

Sebagai informasi, substansi RUU KUP yang disusun pemerintah tersebut tidak hanya memperbarui ketentuan umum dan tata cara perpajakan saja. Tetapi, RUU tersebut juga memuat penambahan substansi baru dan mengubah ketentuan yang ada terkait pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai (PPN) barang dan jasa serta pajak penjualan atas barang mewah. Selain itu ada rencana pengenaan pajak karbon.

Menurut Puteri, secara umum, dari aspek formil, memandang ketentuan-ketentuan dalam RUU ini harus menghindari potensi dan celah terjadinya aggressive tax collection. Sementara dari aspek materiil, pihaknya akan mendorong agar ketentuan dalam RUU ini tidak mengarah pada pemajakan yang eksesif.

Puteri juga menyoroti terkait usulan pengenaan PPN atas barang kebutuhan pokok, jasa pendidikan, maupun jasa pelayanan kesehatan medis. “Kami memandang rencana tersebut tidak tepat untuk diberlakukan karena menambah beban masyarakat dan berpotensi bertentangan dengan tujuan negara, baik untuk menciptakan kesejahteraan maupun investasi di bidang sumber daya manusia melalui pendidikan dan kesehatan,” ujar Puteri.

Menutup keterangannya, Puteri juga mengimbau Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Keuangan, untuk terus membenahi dan meningkatkan kapasitas administrasi perpajakan. Baik dalam proses pembahasan maupun setelah pengesahan RUU ini.

“Saya kira administrasi perpajakan perlu untuk terus diperkuat. Tujuannya agar ketentuan-ketentuan yang akan disepakati dalam RUU ini nantinya dapat terlaksana dengan lebih baik di lapangan. Sehingga bisa memberikan kontribusi yang optimal bagi pendapatan negara dan perekonomian nasional,” imbuhnya.

Selanjutnya: Sri Mulyani: Penerapan pajak karbon akan diterapkan bertahap

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×