kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45923,49   -7,86   -0.84%
  • EMAS1.319.000 -0,08%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

DPR ramai-ramai tolak usulan penerapan PPN sembako, kesehatan, dan jasa pendidikan


Senin, 13 September 2021 / 20:04 WIB
DPR ramai-ramai tolak usulan penerapan PPN sembako, kesehatan, dan jasa pendidikan
ILUSTRASI. Menteri Keuangan Sri Mulyani di DPR


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Pemerintah tengah mengajukan usulan untuk mengenakan pajak pertambahan nilai (PPN) atas sembako, jasa pendidikan, dan jasa kesehatan tertentu. Tujuannya, untuk menciptakan asas keadilan dalam membayar pajak, sekaligus meningkatkan penerimaan pajak.

Adapun rencana tersebut diatur dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Kelima atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Beleid tersebut kini tengah dibahas oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bersama Panitia Kerja (Panja) RUU KUP Komisi XI DPR RI.

Anggota Panja RUU KUP Komisi XI DPR RI Ecky Awal Mucharam menyampaikan, Fraksi PKS menolak penerapan PPN atas sembako, jasa pendidikan, jasa kesehatan, jasa sosial, dan jasa pelayanan keagamaan.

Menurut dia, kelima rencana perluasan basis pajak tersebut merupakan hak dasar seluruh masyarakat. Terlebih kenyataannya, penerimaan PPN disumbang dari konsumsi masyarakat yang justru kebanyakan datang dari  masyarakat kalangan ekonomi miskin dan menengah. Sehingga, rencana tersebut justru dikhawatirkan akan jadi beban masyarakat.

Sementara itu, kontribusi PPN tersebut malah tidak tercermin pada realisasi penerimaan pajak penghasilan (PPh).

Baca Juga: Sri Mulyani: Indonesia telah lakukan reformasi perpajakan dalam 4 periode

Kata Ecky, penerimaan PPh orang miskin menengah seperti karyawan dan buruh yang tercermin pada pos PPh Pasal 21 justru lebih banyak dibandingkan PPh orang pribadi yang merupakan representasi pajak orang kaya.

Oleh karenanya Fraksi PKS meminta agar pemerintah dalam RUU KUP juga menaikkan threshold penghasilan tidak kena pajak (PTKP) dari yang berlaku saat ini sebesar Rp 4,5 juta per bulan menjadi Rp 8 juta per bulan.

“Sehingga yang berpenghasilan tetap Rp 8 juta ke bawah tidak dikenakan ke PPh 21. Ini akan berkontribusi terhadap daya beli masyarakat yang penghasilannya Rp 8 juta ke bawah, sehingga menambah konsumsi rumah tangganya,” kata dia saat Rapat Kerja dengan Kemenkeu, Senin (13/9).

Sejalan, Anggota Panja RUU KUP dari Fraksi Partai Nasdem Fauzi Amor juga menolak rencana pengenaan PPN atas sembako, jasa pendidikan, dan jasa kesehatan karena dianggap akan memberatkan masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah.

“Dan ini merupakan  kebutuhan dasar pokok manusia yang diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 sehingga pemerintah harus menjamin pemenuhannya dalam bentuk apapun dan tidak malah mempersulit,” ujar Fauzi saat Rapat Kerja bersama dengan Kemenkeu, Senin (13/9).

Untuk mengkompensasi penolakan atas perluasan objek PPN, Fauzi mengatakan pihaknya mendorong pemerintah sebagaimana dalam RUU KUP untuk mengejar PPh atas perusahaan digital asing yang telah mengambil manfaat ekonomi dari Indonesia, meski tak memiliki kehadiran fisik di dalam negeri.

Fraksi Partai Nasdem juga sepakat dengan adanya rencana pajak karbon, ekstensifikasi barang kena cukai (BKC) berupa plastik dan minuman berpemanis.




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×