Reporter: Dea Chadiza Syafina | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Pemberian pengurangan masa hukuman atau grasi terhadap terpidana kasus narkotika asal Australia, Schapelle Leigh Corby, masih dinilai wajar dan positif oleh partai Golkar. Menurut Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Golkar Priyo Budi Santoso, pemberian grasi itu merupakan timbal balik antar pemerintahan.
Priyo menjelaskan, pemberian grasi kepada Corby tidak melemahkan penanganan hukum yang ada, karena tetap dilakukan sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Selain itu, pemberian grasi kepada terpidana warga negara asing ini merupakan bentuk fleksibilitas diplomasi dengan negara lain.
"Penegakan hukum harus keras. Tapi, ada dimensi lain di mana negosiasi atau saling menghormati dan lobi antar negara dapat mendekatkan dua negara. Saya kira ini adalah hal yang lumrah," tutur Priyo di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (23/5).
Dia juga bilang, pemerintah pasti memiliki alasan yang tidak untuk dipublikasikan kepada masyarakat luas mengenai timbal balik pemberian grasi kepada warga negara Negeri Kanguru itu. "Biarkan itu jadi bagian keelokan berdiplomasi," tandasnya.
Karena menurut Piyo, Australia belakangan mulai menghormati Indonesia sebagai negara. Sebelumnya Schapelle Leigh Corby didakwa selama 20 tahun penjara, atas kasus penyelundupan ganja seberat 4,2 kilogram (Kg) ke Bali. Wanita berkewarganegaraan Australia itu lantas dijuluki sebagai Ratu Mariyuana. Kini, Corby diberikan potongan keringanan hukuman dari Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono selama lima tahun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News