Reporter: Barly Haliem, Sandy Baskoro | Editor: Sandy Baskoro
Sedangkan penempatan dana yang direncanakan oleh pemerintah di bank perantara hanya sekitar Rp 34 triliun. Ini pun dilakukan bukan dalam bentuk jaminan dari pemerintah, sehingga risiko kredit tetap akan diambil oleh para bank perantara yang kemungkinan besar akan menolak atau sulit mengambil risiko kredit tersebut.
Sikap pemerintah cukup kelihatan diskriminatif terhadap dunia usaha (non UMKM dan BUMN), yang mana mereka selama ini sudah banyak membantu dalam perputaran roda ekonomi Indonesia.
Baca Juga: Hore! paket Bansos Tahap 2 mengalir di Jakarta, cek nama Anda dan simak tanggalnya
Covid-19 sangat tidak pandang bulu, warna kulit, agama, geografi, ketenaran, kekuatan fisik maupun keuangan. Sikap Covid-19 yang sangat non-diskriminatif ini justru harus ditanggulangi dengan reaksi ataupun policy response yang semestinya non-diskriminatif dan inklusif. Ini bukan semata hanya untuk kepentingan survival, tapi yang lebih penting lagi adalah untuk bisa lebih bersaing di kemudian hari.
Sangat disayangkan apabila dunia usaha swasta sebagai salah satu motor ekonomi yang telah membantu mendongkrak ruang fiskal sebesar 15 kali dalam 20 tahun terakhir dengan mudahnya dianggap mampu untuk membantu dirinya sendiri.
Kesalahan logika tersebut sangat riskan dan akan tecermin dalam kelumpuhan daya produksi, daya saing dan kapasitas peningkatan ruang fiskal di kemudian hari.
Baca Juga: Catat! Pendaftaran Kartu Prakerja gelombang 4 dibuka 26 Mei 2020
Di saat negara-negara tetangga menggelontorkan lebih dari 10% dari PDB untuk kepentingan pemulihan ekonominya, Indonesia sebagai ekonomi terbesar di ASEAN (43% dari perekonomian ASEAN) baru menyiapkan 2,5% dari PDB-nya. Ini mungkin mencerminkan kurangnya pendalaman mengenai inti permasalahan yang terjadi saat ini. Hal yang lebih penting lagi adalah pendalaman mengenai ke mana kita mau mengarahkan perekonomian kita di kemudian hari.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News