kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45906,29   2,96   0.33%
  • EMAS1.310.000 -0,23%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Evaluasi PPKM Darurat: Testing dan tracing kunci penurunan kasus Covid-19


Senin, 19 Juli 2021 / 21:18 WIB
Evaluasi PPKM Darurat: Testing dan tracing kunci penurunan kasus Covid-19
ILUSTRASI. Kendaraan melintas di tempat penyekatan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Senin (19/7/2021). ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/aww.


Reporter: Sandy Baskoro | Editor: Sandy Baskoro

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Bukan hanya menerapkan kebijakan PPKM Darurat, pemerintah juga harus menggenjot jumlah tes Covid-19 (testing) dan telusur (tracing) secara masif. Tanpa testing dan tracing maksimal, rasanya sulit untuk menurunkan jumlah kasus positif Covid-19 di Indonesia.

Pemerintah menerapkan kebijakan PPKM Darurat sejak 3 Juli 2021. Data saat itu menunjukkan 27.913 kasus baru Covid-19, dengan angka kepositifan (positivity rate) 25,15% dan 493 orang wafat.

Setelah lebih 10 hari berjalan, angkanya melonjak cukup tajam dan bahkan menembus semacam “batas psikologis”. Pada 14 Juli 2021, untuk pertama kalinya angka kasus baru menembus 50.000, tepatnya 54.517. Positivity rate juga menembus 30%, yaitu 31,5%, padahal ini menunjukkan besarnya penularan di masyarakat (community transmission), dan angka di atas 30% ini menetap dalam tiga hari berturut-turut.

Baca Juga: BPKP kawal penyaluran bansos PPKM darurat agar tepat sasaran

Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI Prof Tjandra Yoga Aditama menyebutkan, setidaknya ada tiga pendekatan untuk menilai efektivitas PPKM Darurat yang sudah dilaksanakan selama ini. Tiga pendekatan itu adalah epidemiologi, sistem surveilans dan sistem pelayanan kesehatan.

Pertama, untuk kriteria epidemiologi setidaknya ada dua parameter yang bisa dipilih, yaitu jumlah kasus baru dan positivity rate. Untuk evaluasi PPKM Darurat, dapat dipilih angka kasus baru per hari sudah lebih rendah dari jumlah tertentu, misalnya di bawah 10.000 per hari.

Sebagai ilustrasi, Malaysia juga menerapkan kebijakan “Movement Control Order (MCO)” yang menggunakan patokan, apabila kasus baru per hari di bawah 4.000, maka kebijakan dapat dilonggarkan.

Per Senin (19/7), jumlah kasus baru Covid-19 di Indonesia mencapai 34.257 kasus per hari, atau masih di atas 10.000 per hari.

Parameter kedua dari kriteria epidemiologi adalah positivity rate. Untuk hal ini, sebaiknya dipakai patokan 5% agar menjamin penularan di masyarakat sudah rendah. "Apalagi banyak negara tetangga kita (dan juga India) angkanya memang 2% atau 3% saja, kecuali negara tertentu," kata Tjandra, yang juga Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) itu, kepada Kontan.co.id, Senin (19/7).

Baca Juga: PPKM Darurat membuat penjualan di gerai Alfamart alami penurunan hingga 40%

Kedua, kriteria surveilans kesehatan masyarakat, setidaknya dua hal yang harus dicapai. Pertama jumlah tes harus terus dinaikkan dengan amat tinggi, kedua kegiatan dilanjutkan dengan telusur yang masif.

Menurut dia, India sudah berhasil melakukan tes sekitar 2 juta orang per hari. Dengan penduduk Indonesia yang sekitar seperempat penduduk India, maka target melakukan tes sampai 500.000 sehari tampaknya patut dikejar.

Setelah itu, untuk setiap kasus yang ditemui, sudah ada pula berapa target yang harus dicari dan ditemukan dari setiap kasus positif, misalnya antara 15-30 kontak harus ditemukan. "Jika di antara mereka ada yang ternyata positif Covid-19, maka harus ditelusuri lagi 15-30 kontak lainnya, demikian seterusnya," tutur  Mantan Direktur WHO Asia Tenggara yang berbasis di New Delhi ini.

Baca Juga: Kementerian Sosial siapkan bansos 2.010 ton beras, siapa yang dapat?

Selanjutnya, semua kasus atau penderita Covid-19 yang ditemukan harus diisolasi atau dikarantina untuk mendapatkan penanganan dan memutuskan rantai penularan. Memang, jumlah tes besar berpotensi memunculkan kasus yang lebih banyak. "Tapi ini membuat Indonesia mendapatkan gambaran yang sebenarnya dan dapat mengambil langkah tepat untuk mengendalikan keadaan," ungkap Tjandra.

Jika masih banyak kasus baru di masyarakat, namun tidak ditemukan, maka penularan masih akan terus terjadi, sehingga tidak kunjung terkendali. Alhasil, Indonesia masih akan perlu pembatasan sosial yang ketat.

Selanjutnya, Sistem pelayanan kesehatan dalam PPKM Darurat >>

Ketiga, untuk kriteria sistem pelayanan kesehatan dalam evaluasi PPKM Darurat, maka dapat dilihat dari keterisian tempat tidur atau bed occupancy rate (BOR) rumah sakit.

Tjandra mengingatkan bahwa angka BOR bisa dapat fluktuatif, tergantung berapa banyak tempat tidur yang diperuntukkan untuk pasien Covid-19, sehingga kadang-kadang membaca angka BOR perlu secara kritis.

Selama hari-hari tingginya pasien Covid-19 sekarang ini, maka bukan hanya ruang rawat rumah sakit yang penuh, tapi juga Instalasi Gawat Darurat (IGD) juga penuh dan orang terpaksa antre masuk IGD, bukan lagi antre masuk RS.

Satu hal yang amat penting dalam sistem pelayanan kesehatan adalah sumber daya manusia (SDM), yakni dokter, perawat dan petugas kesehatan lain. "Mereka sudah amat kewalahan menghadapi lonjakan kasus tanpa henti ini, sebagian petugas sudah tertular dan sedihnya sejawat kita juga meninggal dunia," kata mantan Mantan Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan itu.

Baca Juga: UPDATE Corona Indonesia, Senin (19/7): Tambah 34.257 kasus baru, jauhi kerumunan

Untuk memperkuat pelayanan rumah sakit, mungkin saja tempat tidur ditambah, atau ketersediaan oksigen dijamin, atau obat dilengkapi dan seterusnya, akan tetapi SDM kesehatan tentu tidak mudah menambahnya.

Memang sudah ada berbagai upaya dilakukan, seperti pendayagunaan mahasiswa kedokteran/kesehatan yang studinya sudah tahap akhir serta kemungkinan relawan dokter dan perawat. Bentuk inovasi lain yang diusulkan adalah pendekatan 3R tenaga kesehatan, yaitu Refungsi, Relokasi dan Rekrutmen, yang pernah dibicarakan di lingkungan Persatuan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi).

"Salah satu bentuk lain, para Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), saya pun ikut di dalamnya, pada 12 Juli 2021 mengeluarkan rekomendasi Gerakan Semesta Tenaga Kesehatan Indonesia pada masa Darurat COVID-19," kata Tjandra.

Saat ini, menurut dia, Indonesia masih diterpa badai masalah Covid-19 yang perlu upaya penanggulangan maksimal. "Hanya dengan kerja keras kita semua dengan peran masing-masing kita akan dapat menyelesaikan masalah kemanusiaan di negeri ini," ucap dia.

Selanjutnya: Bisa ditiru, ini langkah India atasi kelangkaan oksigen dan tekan kasus Covid-19

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×