Reporter: Tendi Mahadi | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Presiden Jokowi menunjuk Erick Thohir sebagai Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Kabinet Indonesia Maju untuk menggantikan Rini Soemarno. Sejauh mana Erick bisa memimpin kementerian ini?
Urusan memperbaiki kinerja suatu perusahaan memang bukan hal baru bagi Erick. Pada 2001 silam, Erick bersama rekan-rekan kuliahnya mendirikan Mahaka Group yang membeli surat kabar yang berada di ambang kebangkrutan.
Namun, sukses menyelamatkan satu perusahaan swasta hingga bisa tumbuh dan melahirkan beberapa anak perusahaan jelas tidak sebanding dengan tanggung jawab menteri BUMN yang harus mengasuh 115 perusahaan pelat merah.
Baca Juga: Kantongi nama Dirut Mandiri yang baru, Erick Tohir: Dari internal
Embel-embel perusahaan negara membuat Erick maupun jajaran Direksi ratusan BUMN yang dipimpinnya tidak bisa hanya fokus mengejar keuntungan semata.
Toto Pranoto, Kepala Lembaga Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB-UI) merujuk pada Undang-Undang BUMN Nomor 19 tahun 2003, yang menyebut tugas BUMN tidak serta merta hanya bermotif komersial. Namun juga bisa mendapatkan tugas dari pemerintah yang sifatnya melayani kepentingan umum atau Public Service Obligation (PSO).
“Maka sering terjadi konflik, karena di satu sisi BUMN harus mencari keuntungan dan di sisi lain harus melayani kepentingan publik. Tentu, yang ideal ialah BUMN bisa melayani dua sisi tersebut dengan baik,” kata Toto.
Untuk bisa menjalankan dua fungsi tersebut secara bersamaan, ia menyebut Kementerian BUMN harus dipimpin oleh orang dengan karakter yang visioner, bisa menetapkan orientasi strategi dengan tepat, serta kreatif dan inovatif dalam membuat kebijakan.
“Pemimpin BUMN yang terpilih harus memiliki visi yang kuat dan kemampuan jangkauan berpikir lebih strategis agar bisa menghadapi perubahan dinamika-dinamika bisnis yang ada,” ujarnya.
Selain harus memahami dua fungsi BUMN tersebut, Toto juga meminta Erick segera membereskan tiga pekerjaan rumah (PR) warisan Rini Soemarno yang menjadi tantangan jangka pendek Menteri BUMN.
Baca Juga: PR ekonomi menumpuk, Menko Airlangga belum gelar rakor
“Pertama adalah menyelesaikan program pembentukan holding sektoral dan akhirnya pembentukan superholding BUMN sesuai harapan pemerintah. Kedua, menyelesaikan proses restrukturisasi BUMN besar yang masih rugi seperti Krakatau Steel, Garuda Indonesia dan lainnya. Ketiga, memperbaiki tata kelola BUMN (Good Corporate Governance) sehubungan makin banyaknya kasus korupsi di BUMN,” jelas Toto.
Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk meningkatkan GCG adalah dengan mendorong BUMN-BUMN untuk listing di Bursa Efek Indonesia (BEI). Sebab, dari 115 BUMN yang ada baru 17 perusahaan yang melantai di BEI.
Dengan terdaftar sebagai perusahaan yang sebagian sahamnya dimiliki publik, ada kewajiban bagi direksi dan manajemen BUMN untuk melaporkan kinerja keuangan kepada pemegang saham secara periodik.