Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli
Prastowo menyampaikan seharusnya potensi penerimaan dari PMSE cukup tinggi karena meningkatnya aktivitas digital ekonomi. Ini juga menjadi fairness bagi PMSE dalam negeri.
Prastowo meramal penerimaan pajak baru bisa pulih paling cepat tahun 2022. Ini dengan catatan otoritas pajak tetap mengevaluasi stimulus pajak yang sudah digelontorkan secara berkala.
Selain itu, disediakan juga strategi recovery penerimaan pajak dalam beberapa tahun ke depan. “Jadi ada roadmap menengah dan panjangnya,” kata Prastowo.
Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyatakan penerimaan negara tahun ini akan kontraksi sebesar 10% year on year (yoy).
Baca Juga: Penyesuaian harga gas untuk sektor industri, PGAS tunggu aturan turunan
Penurunan penerimaan negara ini akibat aktivitas ekonomi terganggu oleh merebaknya Covid-19 baik dari sisi penerimaan pajak maupun Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Bila hal tersebut terjadi pada penerimaan pajak, maka realisasi tahun ini hanya sekitar Rp 1.199 triliun, kontraksi 10% bila dibandingkan dengan realisasi tahun lalu sebanyak Rp 1.332,1 triliun.
Angka tersebut semakin jauh dari target penerimaan yang ditetapkan tahun ini senilai Rp 1.642,6 triliun. Dus shortfall pajak tahun 2020 senilai Rp 443,6 triliun.
Baca Juga: Satu lagi pasien positif virus corona di Yogyakarta dinyatakan sembuh
"Penerimaan perpajakan turun akibat kondisi ekonomi yang melemah, dukungan insentif pajak dan penurunan tarif Pajak Penghasilan (PPh) serta Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) untuk turun dampak jatuhnya harga komoditas," kata Menkeu, Rabu (1/4).
Dampak Covid-19 pun diakui sudah terasa sejak penerimaan pajak awal tahun. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) realisasi penerimaan pajak Januari-Februari 2020 sebanyak Rp 152,9 triliun, turun hingga 4,9% secara tahunan dibandingkan dengan pencapaian pada periode sama tahun lalu senilai Rp 160,9 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News