Reporter: Ferrika Sari | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejak terseret kasus Asuransi Jiwasraya, Komisaris PT Hanson International Tbk (MYRX) Benny Tjokrosaputro telah resmi menunjuk Muchtar Arifin menjadi kuasa hukum. Menariknya, Muchtar bukan wajah baru di lingkungan Kejaksaan Agung (Kejagung).
Ia adalah mantan Wakil Jaksa Agung pada periode 2007 – 2009. Sebelum itu, ia juga pernah menduduki posisi penting di Kejagung mulai dari menjabat sebagai Jaksa Agung Muda Intelejen (Jamintel) selama periode 2005 – 2007.
Baca Juga: Dorong Pansus Jiwasrya, PKS bantah ingin jatuhkan pemerintah
Ia juga dua kali menduduki posisi Kepala Kejaksaan Negeri yakni di Tarakan, Kalimantan Timur (1993-1995) dan Madiun, Jawa Timur (1997-1998).
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menilai Benny Ttjokro telah merencanakan dengan baik penunjukan Muchtar sebagai kuasa hukum. Atas hal itu, Anggota Komisi III DPR Ichsan Soelistio mempertanyakan independensi kejaksaan dalam komitmen menyelesaikan masalah ini,
“Mohon independensi dari Jaksa Agung dalam komitmen hukum yang tegak lurus. Jangan sampai ada konflik kepentingan dalam persoalan ini,” kata Ichsan di Jakarta, Senin (20/1).
Baca Juga: Kejagung endus keterlibatan oknum OJK periode terdahulu dalam kasus Jiwasraya
Jaksa Agung ST Burhanuddin menegaskan, pihaknya bersikap independen. Hal ini terlihat dari penetapan Benny Tjokro sebagai tersangka dan kini dia ditahan di Rumah Tahanan KPK.
“Nyatanya kami tahan [Benny Tjokro]. Artinya kejaksaan tidak melihat siapa pengacaranya. Itu yang kami lakukan,” ungkapnya.
Sebelumnya Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Hari Setiono mengatakan, Benny Tjokro ditetapkan sebagai tersangka karena melanggar pasal 2 dan 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Tidak Pidana Korupsi (Tipikor).
“Kami mengenakan tersangka berdasarkan bukti dari keterangan saksi-saksi, surat-surat dan para ahli. Saya kira yang normatif dulu (buktinya),” kata Hari di Jakarta, Rabu (15/1).
Baca Juga: Kejaksaan Agung akan periksa dua saksi lagi terkait Jiwasraya
Benny tidak bisa dikenakan pasal perdata meskipun dia telah melunasi medium term notes (MTN) Hanson Internasional senilai Rp 680 miliar. “Jika mereka berpendapat dikenakan pasal perdata, silakan saja. Tetapi penyidik kejaksaan menemukan dugaan tindak pinda korupsi,” kata Hari.
Meski telah ditetapkan sebagai tersangka, Kejagung masih melanjutkan proses penyidikan lanjutan untuk mengumpulkan bukti-bukti baru.
Hal ini bertujuan untuk membuktikan unsur tidak pidana korupsi yang dikenakan ke Benny Tjokro.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News