Reporter: Handoyo | Editor: Adi Wikanto
JAKARTA. Langkah pemerintah mengeluarkan paket kebijakan ekonomi jilid I dan II masih belum dapat menunjukkan efeknya dari sisi daya beli masyarakat.
Kondisi ini semakin diperparah dengan tidak kunjung diputuskannya penurunan harga bahan bakar minyak (BBM) untuk Oktober ini.
Direktur Eksekutif Institute National Development and Financial (Indef) Enny Sri Hartati mengatakan, opsi lain yang mungkin dapat menjadi pilihan pemerintah agar roda industri dapat berjalan dan masyarakat tidak terbebani adalah dengan menurunkan tarif dasar listrik secara selektif.
Menurut Enny, pemberian diskon tarif dasar listrik untuk golongan rumah tangga berdaya 1.300 VA ke bawah, serta industri padat modal seperti garmen dan tekstil cukup memberikan keringanan.
"Tentu saja ini meringankan biaya produksi. Apalagi untuk industri padat karya," kata Enny, Rabu (30/9).
Salah satu alternatif yang dapat dilakukan agar pemerinth tidak jebol dalam pemberian potongan tarif dasar listrik tersebut adalah dengan skema waktu.
Diskon akan diberikan diluar waktu puncak pemakaian listrik. Dengan skema tersebut, ancaman Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) juga dapat tereliminasi.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Mandey mengatakan, daya beli masyarakat khususnya non kebutuhan pokok pada saat ini masih belum mengembirakan.
"Termasuk seperti mie instan agak tergerus (penjualannya)," kata Roy.
Senada dengan Enny, Roy mengatakan insentif berupa penurunan biaya energi baik BBM atau listrik akan sangat berpengaruh signifikan dari sisi produsen maupun konsumen.
Oleh karenanya, Roy mengharap sektor tersebut turut menjadi prioritas pembenahan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News