Reporter: Asep Munazat Zatnika, Margareta Engge Kharismawati | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Begitu Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015 disahkan DPR, Jumat (13/2) pekan lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) langsung memerintahkan seluruh bawahannya untuk langsung kerja, kerja, dan kerja.
Anggaran belanja pemerintah pusat tahun ini mencapai Rp 1.319,5 triliun. Dari hasil penghematan subsidi bahan bakar minyak (BBM), pemerintah mengantongi duit lebih dari Rp 200 triliun yang sebagian besar dipakai untuk membiayai pembangunan infrastruktur. "Langsung tenderkan semuanya, lelangkan semuanya, langsung mulai kerja semuanya," tegas Jokowi akhir pekan lalu.
Meski perintah sang Presiden sudah bisa dijalankan pertengahan Februari ini, kemungkinan penyerapan anggaran belanja pemerintah secara optimal baru berjalan pada Maret atau April nanti. Soalnya, proses tender butuh waktu cukup lama.
Alhasil, sepanjang kuartal satu 2015, pemerintah belum bisa bekerja optimal. "Belanja pemerintah yang belum maksimal menyebabkan ekonomi Indonesia masih melambat pada kuartal pertama, tumbuh tipis saja di atas 5%," kata Edimon Ginting, ekonom Bank Pembangunan Asia (ADB), akhir pekan lalu.
Celakanya, investasi juga belum banyak yang terealisasi selama tiga bulan pertama tahun ini. Padahal, penanaman modal menjadi salah satu bahan bakar mesin pertumbuhan ekonomi setelah konsumsi masyarakat. Ini masih ditambah ekspor yang juga masih kurang darah, menyusul harga komoditas andalan Indonesia yang masih rendah.
Catatan saja, ekonomi negara kita pada triwulan IV–2014 dibandingkan periode yang sama di 2013 (year on year) hanya tumbuh 5,01%. Sedang pertumbuhan ekonomi kita di 2014 juga cuma 5,02%.
A. Prasetyantoko, Kepala Ekonom Bank Tabungan Negara (BTN) sependapat, ekonomi kita masih melambat di kuartal I–2015, dengan perkiraan 5%. Jika ingin merealisasikan target pertumbuhan ekonomi di APBN-P 2015 sebesar 5,7%, butuh gebrakan dari Pemerintahan Jokowi dalam jangka pendek.
Menurut Lana Soelistianingsih, ekonom Samuel Aset Manajemen, gebrakan Jokowi harus berupa inovasi percepatan penyerapan anggaran belanja pemerintah. Jangan seperti pemerintahan sebelumnya, penyerapan baru terjadi di kuartal ketiga. Namun, meski sudah ada inovasi pun, Lana menghitung pertumbuhan ekonomi tahun ini hanya di kisaran 5,3%–5,6%.
Doddy Ariefianto, ekonom Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), menambahkan, untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi, salah satunya dengan mengeluarkan kebijakan pemberian insentif bagi pengusaha dan masyarakat guna mendorong produktivitas.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News