Reporter: Margareta Engge Kharismawati | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2014 yang sebesar 5,02% merupakan pertumbuhan ekonomi terendah sejak lima tahun terakhir. Berbagai pengetatan anggaran fiskal dan dari sisi moneter menjadi salah satu penyebab ekonomi Indonesia melambat ke level terendah.
Selasa besok (17/2), Bank Indonesia (BI) akan melakukan Rapat Dewan Gubernur (RDG) bulanan. Sejumlah ekonom yang dihubungi KONTAN, Jumat (13/2) mengatakan BI rate atau acuan suku bunga yang saat ini ditetapkan Bank Indonesia (BI) belum bisa beranjak dari level 7,75% meskipun ekonomi Indonesia melambat.
Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual mengatakan BI rate masih akan tetap 7,75%. Alasan BI masih mempertahankan suku bunga tinggi utamanya adalah isu eksternal. Persoalan Yunani dan Uni Eropa menyebabkan ekonomi dunia terutama negara ekonomi berkembang terimbas.
Hal ini dapat terlihat dari mata uang negara berkembang yang cenderung tertekan termasuk rupiah. "Apalagi dalam jangka menengah, gejolak dari kemungkinan kenaikan suku bunga The Fed terjadi," ujar David. BI dalam hal ini akan melihat perkembangan pasar setelah kenaikan suku bunga Amerika terjadi.
Tekanan yang berasal dari dalam negeri sendiri, diakui David, relatif terkendali. Inflasi tahunan yang pada bulan Januari sudah turun ke 6,96% menjadi awal yang positif bagi inflasi tahun ini.
Kepala Ekonom Bank Tabungan Negara (BTN) Agustinus Prasetyantoko melihat isu Yunani menyebabkan rupiah pada seminggu terakhir sempat menembus level Rp 12.800 per dollar Amerika Serikat (AS).
BI perlu menjaga suku bunganya pada level 7,75% untuk menjaga nilai tukar rupiah. Pasalnya, menurut Prasetyantoko, fundamental rupiah tahun ini berada pada level Rp 12.600-Rp 12.700. Sementara itu, meskipun inflasi ia perkirakan pada akhir tahun akan berada pada level 5%-5% namun persoalan defisit transaksi berjalan belum usai.
Tahun ini defisit transaksi berjalan bisa berada di level 3,3% dari PDB karena belanja infrastruktur pemerintah. Karena BI melihat defisit bakal melonjak dari tahun lalu 2,95% dari PDB, acuan suku bunga sulit diturunkan. Alhasil pertumbuhan tahun ini hanya bisa tumbuh pada kisaran 5,3%-5,5%.
Ekonom Samuel Asset Manjemen Lana Soelistianingsih mengakui, BI sangat perlu mengantisipasi dampak kenaikan suku bunga Amerika dan isu tingginya defisit transaksi berjalan tahun ini. Alhasil, suku bunga belum bisa diturunkan dari level 7,75%.
Maka dari itu, menurutnya, pemerintah perlu untuk menerbitkan global bond dalam dedominasi dollar AS dua kali lagi sehingga mendampatkan total nominal US$ 12 miliar.
Sebelumnya, globa bond dalam bentuk dollar AS telah diterbitkan pemerintah pada awal Januari lalu sebesar US$ 4 miliar. Dollar yang masuk ini sangat penting untuk mengkompensasi pengeluaran cadangan devisa untuk membayar impor barang modal pemerintah.
Pundi cadangan devisa perlu dipertahankan dan ditingkatkan sebagai antisipasi rupiah. "Transaksi berjalan kita defisit 3%-an oke. Namun investasi portofolio harus bisa mengkompensasi agar neraca pembayaran kita bisa surplus," terangnya. Likuditas global yang sedang murah dan besar perlu dimanfaatkan.
Kepala Ekonom BII Juniman melihat, sebenarnya ada peluang bagi BI untuk memotong suku bunganya 25 bps lantaran trend inflasi yang menurun, perlambatan ekonomi yang sudah terjadi, dan perlambatan kredit. Negara-negara lain pun seperti Eropa dan Jepang yang bakal menyuntikkan aliran modalnya menjadi stimulus positif untuk Indonesia.
Hanya saja, indikator defisit transaksi berjalan dan ketidakpastian global terutama Yunani menyebabkan BI masih belum bisa menurunkan suku bunganya. Dua tekanan besar itu terutama yang datang dari global yang tidak menentu akan menyebabkan rupiah tertekan hingga triwulan III 2015.
Pergerakan rupiah hingga triwulan III, menurut Juniman, akan berada pada level Rp 12.500-Rp 13.000. Masalah global Yunani dan Eropa yang diikuti dengan normalisasi The Fed akan membuat dollar menguat terhadap semua mata uang. "Ini bebani rupian. Hal inilah yang dikhawatirkan BI yang membuat BI rate susah turun," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News