Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Moncernya kinerja ekspor di awal tahun diperkirakan akan mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal I-2017Â hingga di atas 5% (yoy). Proyeksi ini disampaikan Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS) Sasmito Hadi Wibowo setelah melihat realisasi ekspor Januari 2017.
Menurut Sasmito, perbaikan ekspor dipicu kinerja perdagangan internasional yang membaik. "Peluang tumbuh lebih dari 5% besar. Tinggal kita lihat bulan-bulan ke depan seperti apa," ujar dia ke KONTAN, Kamis (16/2).
Seperti diketahui, selama Januari 2017 ekspor Indonesia senilai US$ 13,38 miliar, naik 27,71% jika dibandingkan Januari 2016. Jika dibandingkan Desember 2016, nilai ekspor Januari 2017 turun tipis 3,21%. Kepala BPS Suhariyanto bilang, penyebab volume dan nilai ekspor Januari 2017 turun daripada bulan sebelumnya adalah faktor siklus.
Dengan pertumbuhan impor yang lebih mini yaitu sebesar 14,54% (yoy) menjadi US$ 11,99 miliar, neraca dagang Indonesia Januari 2017 tercatat surplus US$ 1,4 miliar. Surplus itu menunjukkan perbaikan signifikan dibandingkan periode sama tahun lalu sebesar US$ 13,6 juta.
Suhariyanto bilang, selain kenaikan harga komoditas perbaikan ekspor juga didorong perbaikan ekonomi negara mitra dagang Indonesia. Ini terlihat dari pertumbuhan volume ekspor terlihat Januari 2017. Data BPS, total volume ekspor naik 9,88% menjadi 43,22 juta ton dibandingkan Januari 2016. Volume ekspor nonmigas naik 10,77% dibandingkan Januari 2016.
Daya beli melambat
Namun Ekonom SKHA Institute Eric Sugandi memprediksi, pertumbuhan ekonomi kuartal I-2017 hanya berada di kisaran 4.9-5,0% (yoy). Ekonomi kuartal I-2017 belum bisa di atas 5% karena sedikit melambatnya konsumsi rumah tangga akibat inflasi. Inflasi diperkirakan menguat akibat kenaikan harga-harga yang diatur pemerintah.
Namun kenaikan harga minyak dan gas dan komoditas lain memiliki pengaruh positif terhadap kinerja ekspor dan daya beli kelompok masyarakat yang pendapatannya tergantung ke sektor itu. "Kenaikan harga energi juga bisa mulai dorong investasi. Untuk keseluruhan tahun saya perkirakan sebesar 5,2%,' katanya.
Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih mengatakan, pertumbuhan konsumsi rumah tangga tahun 2016 yang mencapai sebesar 5,01% (yoy), lebih disebabkan kenaikan penghasilan tidak kena pajak (PTKP), kenaikan upah minimum provinsi (UMP), serta pemberian bantuan sosial.
Namun tahun ini, kondisi itu tidak akan terulang lagi, sehingga daya beli masyarakat perlu diperhatikan agar target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,1% dalam APBN 2017 tercapai. Apalagi ada tekanan kenaikan tarif listrik daya 900 volt ampere (VA) hingga dua kali lipat karena pencabutan subsidi.
Ia memperkirakan konsumsi rumah tangga akan melambat di kuartal I-2017, karena persiapan puasa, lebaran, dan tahun ajaran sekolah baru jatuh di Mei dan Juni. "Ada potensi di kuartal pertama, konsumen akan tahan untuk konsumsi," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News