Reporter: Bidara Pink | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dana Moneter Internasional (IMF) telah memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun 2023 menjadi 2,7% secara tahunan atau year on year (YoY). Padahal sebelumnya, lembaga tersebut yakin dunia bisa tumbuh 2,9% YoY pada tahun depan.
Bahkan, dalam skenario terburuk, IMF melihat adanya peluang, satu dari empat peluang, ekonomi global bisa turun ke 2% YoY pada tahun 2023. Ini merupakan titik terendah dalam sejarah pertumbuhan global.
Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva mengimbau para pemangku kebijakan untuk bertindak cepat dan tepat untuk memitigasi risiko pelemahan ekonomi di tahun depan. Dirinya pun telah menyusun sejumlah imbauan yang bisa dilakukan para pemangku kebijakan saat ini.
Baca Juga: IMF: Otoritas Jangan Salah Langkah, Ekonomi Bisa Hanya Tumbuh 2% di 2023
Pertama, menurunkan inflasi. Bank-bank sentral di dunia telah menaikkan suku bunga untuk menjangkar inflasi. Namun, Georgieva menilai pengetatan suku bunga ini saja tidak cukup untuk mengendalikan inflasi. Pasalnya, bagai pisau bermata dua, suku bunga tinggi juga berdampak pada pertumbuhan.
“Kita akan masuk ke era suku bunga tinggi. Ini mengakibatkan lebih banyak kerugian bagi pertumbuhan dan orang-orang. Dalam hal ini, bank sentral perlu mengambil tindakan tegas bila perlu, dan komunikasikan arah kebijakan sejelas mungkin,” jelas Georgieva dalam konferensi pers pertemuan tahunan IMF dan Bank Dunia, Kamis (13/10) waktu setempat.
Kedua, menerapkan kebijakan fiskal yang bertanggung jawab dengan prioritas kepada rumah tangga dan bisnis yang rentan. Georgieva paham, pundi-pundi negara mungkin menipis akibat stimulus di era pandemi Covid-19 dan untuk membayar utang. Pun, ruang fiskal tak seluas dulu.
Dengan demikian, langkah kebijakan fiskal harus bersifat tepat sasaran. Pemerintah harus menghindari dukungan fiskal skala besar yang tidak efektif dan tidak terjangkau. Selain itu, kebijakan fiskal dan moneter harus berjalan beriringan. Selain itu menjangkar inflasi, ini juga untuk tetap menjaga daya beli masyarakat maupun daya dorong usaha.
“Ketika kebijakan moneter mengerem, kebijakan fiskal tidak boleh ngegas. Ini akan menjadi perjalanan yang sangat berbahaya,” tegas Georgieva.
Baca Juga: Sri Mulyani: Bank Dunia Siap Gelontorkan US$ 30 Miliar untuk Atasi Krisis Pangan
Ketiga, menjaga stabilitas keuangan, terutama saat ada peningkatan risiko di sektor keuangan Kebijakan makroprudensial perlu lebih waspada dan proaktif menangani kelompok rentan.
Georgieva juga melihat perlunya IMF dalam mendukung pasar negara berkembang dan negara rentan. Apalagi, mereka yang terancam terjerat bunga pinjaman tinggi akibat penguatan dolar Amerika Serikat (AS), arus modal asing, dan tingkat utang yang tinggi.
Lebih lanjut, Georgieva menekankan, imbauan kebijakan ini bersifat mendesak. Para pemangku kebijakan baiknya menerapkannya saat ini juga. Hal ini menimbang kondisi ketidakpastian yang makin tinggi sehingga harapannya, langkah kebijakan yang cepat dan tepat bisa mengurangi dampak negatif ketidakpastian di sisa tahun ini maupun tahun depan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News