kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45893,43   -4,59   -0.51%
  • EMAS1.308.000 -0,76%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ekonom sesalkan simplifikasi tarif cukai tembakau belum diterapkan pada 2021


Jumat, 11 Desember 2020 / 18:19 WIB
Ekonom sesalkan simplifikasi tarif cukai tembakau belum diterapkan pada 2021
ILUSTRASI. Pemerintah dinilai seharusnya menjalankan penyederhanaan golongan agar kenaikan cukai benar-benar efektif untuk menekan prevalensi perokok, terutama perokok anak.KONTAN/Fransiskus Simbolon


Reporter: Dikky Setiawan | Editor: Dikky Setiawan

KONTAN.CO.ID -JAKARTA-Sejumlah kalangan akademisi menyatakan kekecewaan atas keputusan pemerintah yang tidak melaksanakan penyederhanaan tarif cukai hasil tembakau atau simplifikasi cukai pada 2021. Kebijakan cukai hasil tembakau yang baru diumumkan Kementerian Keuangan tersebut dinilai kurang efektif untuk mengendalikan konsumsi tembakau.

Hal itu, apabila simplifikasi tarif cukai hasil tembakau tidak dilaksanakan. “Kenaikan harga rokok di pasaran sebagai efek kenaikan cukai adalah hal yang kita harapkan karena akan menekan konsumsi rokok, terutama pada anak-anak," kata Abdillah Ahsan, Ekonom Universitas Indonesia (UI) dalam keterangan tertulisnya, Jumat (11/12).

Abdillah menyayangkan, kenaikan tarif cukai rokok tidak dibarengi dengan penyederhanaan golongan cukai sehingga industri masih sangat mungkin mengakali harga rokok bisa tetap murah di pasaran dan terjangkau anak-anak,” kata Abdillah yang juga Direktur Sumber Daya Manusia Universitas Indonesia.

Menurutnya industri rokok, yang menginginkan produknya dikonsumsi banyak orang sehingga bisa meraup keuntungan tinggi, akan berusaha agar produk-produknya hanya dikenai tarif cukai di golongan bawah yang lebih murah dengan memecah jumlah produksi menjadi lebih kecil. 

Dengan demikian, harga produknya di pasaran menjadi rendah atau murah. “Ini kenapa kita selalu menemukan produk-produk baru. Sebenarnya ini hanyalah cara industri besar memecah jumlah produksinya agar tarif cukainya kecil, sehingga produknya murah dan banyak dibeli,” imbuh Abdillah. 

Penyederhanaan golongan

Abdillah menambahkan, apabila perusahaan langsung memproduksi dalam jumlah besar, produknya itu akan kena tarif cukai tinggi dan harganya menjadi mahal. Itu sebabnya, dia menilai, sudah seharusnya Pemerintah menjalankan penyederhanaan golongan agar kenaikan cukai benar-benar efektif untuk menekan prevalensi perokok, terutama perokok anak. 

Pendapat senada diungkapkan Renny Nurhasana, Peneliti Pusat Kajian Jaminan Sosial (PKJS) UI. Dia menilai, simplifikasi yang tercantum dalam peraturan kementerian keuangan sebelumnya yang sempat dibatalkan, seharusnya dapat diterbitkan kembali di masa mendatang.

Sementara itu, Direktur Center of Human and Economic Development (CHED) Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan Roosita Mei juga menyatakan dukungannya terhadap simplifikasi tarif cukai. “Simplifikasi tetap sangat penting untuk dilaksanakan terutama untuk pengendalian tembakau,” ujarnya.

Sebelumnya, Kementerian Keuangan mengumumkan kenaikan tarif cukai rokok sebesar 12,5%. Kenaikan ini terdiri dari, industri yang memproduksi sigaret putih mesin (SPM) golongan I 18,4%, sigaret putih mesin golongan II A 16,5%, sigaret putih mesin IIB 18,1%, sigaret kretek mesin (SKM) golongan I 16,9%, sigaret kretek mesin II A 13,8%, dan sigaret kretek mesin II B 15,4%.

"Untuk industri sigaret kretek tangan, tarif cukainya tidak berubah atau dalam hal ini tidak dinaikan tegas Menteri Keuangan Sri Mulyani, Kamis (10/12).

Selanjutnya: Kenaikan tarif cukai rokok dinilai tak cukup untuk menekan prevalensi perokok

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Practical Business Acumen Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×