kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Ekonom sarankan agar BI permudah proses hedging utang BUMN


Minggu, 17 Maret 2019 / 18:53 WIB
Ekonom sarankan agar BI permudah proses hedging utang BUMN


Reporter: Grace Olivia | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ekonom menilai proses lindung nilai alias hedging utang korporasi, terutama Badan Usaha Milik Negara (BUMN) saat ini masih rumit. Sementara, Bank Indonesia (BI) mewajibkan korporasi melakukan hedging utang luar negeri (ULN) sebagai bentuk prinsip kehati-hatian seiring dengan meningkatnya laju pertumbuhan ULN swasta.

Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih mengatakan, hedging ULN korporasi BUMN masih diperumit dengan proses akuntansi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

"Kalau perusahaan hedging dengan perkiraan rupiah melemah, lalu ternyata rupiah menguat, kerugiannya itu tidak bisa diterima oleh BPK dan tetap dicatat sebagai kerugian negara," terang Lana secara sederhana kepada Kontan.co.id, Minggu (17/3).

Oleh karena itu, Lana menyarankan agar BI dan BPK bisa lebih menyelaraskan lagi kebijakan hedging ULN terhadap korporasi. Jika kondisinya masih demikian, perusahaan BUMN pun akan enggan melakukan hedging selain karena biayanya yang cukup mahal.

Seperti yang diketahui, BI mewajibkan hedging paling sedikit 25% antara aset valuta asing minum kewajiban valas bagi utang luar negeri (ULN) korporasi. Sebelum mengantongi ULN, korporasi juga harus mendapatkan peringkat minimum double B minus (BB-) dari lembaga pemeringkat kredit.

Kewajiban hedging tersebut, menurut Lana, merupakan faktor terpenting dalam memastikan pengelolaan ULN swasta tetap aman dan prudent. Pasalnya, risiko makro yaitu risiko nilai tukar merupakan risiko terbesar yang mesti diwaspadai swasta dalam mengambil ULN.

"Risiko nilai tukar ini yang paling di luar kontrol BUMN, makanya ada kewajiban hedging tersebut," kata Lana.

Di sisi mikro, Lana menilai utang luar negeri oleh korporasi sejatinya tidak masalah. Selama perusahaan memastikan debt to equity ratio (DER) tidak melebihi tiga kali dari ekuitasnya sesuai ketentuan.

Oleh karena itu, Lana berpendapat laju pertumbuhan ULN swasta saat ini masih tergolong wajar dan aman. Selama kedua syarat makro dan mikro tersebut terjamin terpenuhi sehingga utang dikelola dengan sangat hati-hati.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×