kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.924.000   -8.000   -0,41%
  • USD/IDR 16.210   -85,00   -0,52%
  • IDX 6.897   65,26   0,96%
  • KOMPAS100 1.002   13,05   1,32%
  • LQ45 771   10,32   1,36%
  • ISSI 224   1,60   0,72%
  • IDX30 397   5,48   1,40%
  • IDXHIDIV20 461   5,31   1,16%
  • IDX80 113   1,46   1,31%
  • IDXV30 113   0,44   0,39%
  • IDXQ30 129   1,86   1,47%

Ekonom: Putusan MK Soal Pendidikan Dasar Gratis Perlu Perhatikan Keberlanjutan Fiskal


Jumat, 30 Mei 2025 / 11:25 WIB
Ekonom: Putusan MK Soal Pendidikan Dasar Gratis Perlu Perhatikan Keberlanjutan Fiskal
ILUSTRASI. Ekonom menilai, pendidikan dasar adalah hak warga negara. Tapi menjamin hak itu harus dilakukan tanpa mengorbankan masa depan fiskal negara. KONTAN/Cheppy A. Muchlis/15/12/2018


Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan uji materil UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. 

Permohonan uji materil diajukan oleh Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) dan tiga warga negara perorangan. 

“Menyatakan Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai “Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, baik untuk satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh masyarakat,” ujar Ketua MK Suhartoyo saat membacakan putusan, Selasa (27/5). 

Menanggapi hal tersebut, Ekonom UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat mengatakan, putusan MK adalah momentum koreksi, tapi bukan akhir dari diskusi. 

Baca Juga: Pemprov Jakarta Akan Uji COba Sekolah Swasta Gratis pada Tahun Ajaran 2025/2026

"Negara harus menanggapi putusan ini dengan akal sehat fiskal, bukan sekadar kepatuhan formal," ujar Achmad saat dikonfirmasi, Jumat (30/5).

Achmad menambahkan bahwa pendidikan dasar adalah hak warga negara. Tapi menjamin hak itu harus dilakukan tanpa mengorbankan masa depan fiskal negara.

Sebab, kebijakan publik yang baik bukan hanya yang membela rakyat. Tetapi juga yang mampu bertahan dan berkembang. 

Menurutnya, pendidikan gratis itu penting. Akan tetapi lebih penting lagi memastikan bahwa ketika menggratiskan pendidikan, negara tidak bangkrut dan anak cucu masih bisa menikmati pelayanan publik yang bermutu.

"Karena dalam negara demokratis, tugas negara bukan hanya menjanjikan hari ini, tapi juga menyiapkan hari esok," terang dia.

Namun demikian, bila pemerintah ingin benar-benar menjalankan amanat putusan Mahkamah Konstitusi, maka keberanian untuk mengkoreksi kebijakan lain yang boros dan minim dampak ekonomi menjadi keniscayaan. 

Achmad mengatakan, pemerintah harus bersedia meninjau kembali alokasi anggaran untuk program-program seperti Makan Bergizi Gratis (MBG), pemeriksaan kesehatan massal tanpa prioritas kelompok rentan. Serta program pembangunan 3 juta rumah yang realisasinya tidak sebanding dengan serapan tenaga kerja atau efek pengganda ekonominya.

Pendidikan dasar gratis bagi seluruh anak bangsa, termasuk yang bersekolah di lembaga swasta, tidak boleh dikorbankan hanya demi mempertahankan proyek-proyek populis yang boros namun tidak menyumbang banyak pada pertumbuhan inklusif. 

Baca Juga: Gratis untuk Masyarakat Miskin Ekstrem, Sekolah Rakyat di Jateng Dibuka di 4 Lokasi

Achmad bilang, inilah saatnya menyusun ulang prioritas fiskal secara rasional dan berbasis keadilan sosial.

"Dalam konteks ini, pertanyaannya bukan pada nilai moral dari keputusan tersebut, tetapi pada kemampuan keuangan negara untuk mengimplementasikannya secara adil dan berkelanjutan," ungkap dia.

Lebih lanjut Achmad menelisik kondisi fiskal saat ini. Hingga April 2025, pendapatan negara baru mencapai Rp810,5 triliun atau sekitar 27% dari target tahunan. 

Sementara itu, belanja negara telah mencapai Rp620,3 triliun, menciptakan defisit lebih dari Rp100 triliun dalam empat bulan pertama saja. 

Anggaran pendidikan memang tampak besar, sekitar Rp724,3 triliun atau 20% dari APBN. 

Namun kenyataannya, dari jumlah itu, realisasi anggaran hingga Februari baru menyentuh Rp76,4 triliun. 

"Dengan kata lain, belanja pendidikan pun belum sepadan dengan ambisi kebijakan," ucap dia.

Achmad mengatakan, putusan MK memperluas cakupan penerima manfaat dari pendidikan gratis menuntut kompensasi dari negara. 

"Hitungan awal menunjukkan bahwa setidaknya dibutuhkan tambahan Rp1,3 triliun untuk menanggung biaya pendidikan siswa SD dan SMP di sekolah swasta," ungkap Achmad.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Owe-some! Mitigasi Risiko SP2DK dan Pemeriksaan Pajak

[X]
×