kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.505.000   -15.000   -0,99%
  • USD/IDR 16.295   -200,00   -1,24%
  • IDX 6.977   -130,64   -1,84%
  • KOMPAS100 1.042   -22,22   -2,09%
  • LQ45 818   -15,50   -1,86%
  • ISSI 213   -3,84   -1,77%
  • IDX30 417   -9,14   -2,14%
  • IDXHIDIV20 504   -9,85   -1,92%
  • IDX80 119   -2,45   -2,02%
  • IDXV30 125   -2,38   -1,87%
  • IDXQ30 139   -2,59   -1,83%

Ekonom Prediksi Rasio Serapan Tenaga Kerja pada 2023 Masih Belum Optimal


Rabu, 25 Januari 2023 / 16:42 WIB
Ekonom Prediksi Rasio Serapan Tenaga Kerja pada 2023 Masih Belum Optimal
ILUSTRASI. Sejumlah pencari kerja mencari informasi pekerjaan pada acara 'Jakarta Job Fair' di Thamrin City, Jakarta, Selasa (9/8/2022). Ekonom Prediksi Rasio Serapan Tenaga Kerja pada 2023 Masih Belum Optimal.


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat, realisasi investasi sepanjang 2022 mencapai Rp 1.207,2 triliun. Realisasi investasi tersebut naik 34,0% dibandingkan dengan tahun lalu.

Dengan pencapaian investasi di sepanjang 2022, penyerapan tenaga kerja selama investasi setahun tersebut mencapai 1.305.001 orang tenaga kerja.

Hanya saja, Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira meramal, serapan tenaga kerja di tahun ini hanya mencapai 1,35 juta sampai 1,4 juta orang. Meski begitu, rasio penyerapan tenaga kerjanya diperkirakan masih belum optimal.

"Tapi dibanding dengan kenaikan nominal realisasi investasi baik Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) yang diperkirakan lebih baik, rasio serapan kerja masih tetap belum optimal," ujar Bhima kepada Kontan.co.id, Rabu (25/1).

Baca Juga: Investasi Naik Tapi Penyerapan Tenaga Kerja Rendah, BKPM Ungkap Penyebabnya

Bhima bilang, belum optimalnya penerapan tenaga lantaran realisasi investasi yang masuk lebih bersifat padat modal, terutama ke sektor berbasis komoditas, perusahaan rintisan (startup) dan jasa keuangan.

"Kalaupun ada pengolahan lebih ke ekstraktif misalnya industri smelter nikel. Berbeda dengan tren 10 tahun sebelumnya, masih ada minat investasi ke sektor manufaktur padat karya, seperti pakaian jadi dan alas kaki," kata Bhima.

Selain itu, realisasi investasi yang tidak berkorelasi dengan serapan tenaga kerja dalam jumlah besar dapat mengancam lapangan pekerjaan baru. Pasalnya, setiap tahunnya terdapat sekitar 3,3 juta sampai 3,5 juta angkatan kerja baru di Indonesia.

Padahal, kata Bhima, Indonesia sedang menuju puncak bonus demografi yang membutuhkan lapangan kerja dalam jumlah besar. Oleh karena itu, dikhawatirkan angka pengangguran khususnya pengangguran usia muda akan semakin meningkat.

"Saat ini pengangguran usia muda Indonesia relatif tertinggi di kawasan Asia Tenggara," kata Bhima.

Baca Juga: Serapan Tenaga Kerja Masih Minim di Tengah Meningkatnya Investasi

Untuk itu, Bhima memberi beberapa saran kepada pemerintah agar serapan tenaga kerja bisa optimal seiring meningkatnya realisasi investasi.

Pertama, meningkatkan promosi investasi yang lebih berkualitas dan padat karya dengan menggandeng perwakilan kedutaan dan atase perdagangan di luar negeri.

Kedua, kapasitas birokrasi daerah yang terkait perizinan harus didorong sehingga investasi manufaktur dan pertanian lebih tertarik.

Ketiga, formulasi insentif pajak yang lebih tepat sasaran sehingga setiap potensi pajak yang hilang bisa digantikan dengan serapan tenaga kerja yang lebih besar. Dan terakhir, mempercepat proses hilirisasi terutama di bidang pertanian, perikanan, dan kelautan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×