Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tahun lalu, pendapatan negara mencatat capaian yang positif. Bisa dilihat dari realisasinya yang mencapai Rp 1942,3 triliun dari target APBN Rp 1.894,7 triliun atau 102,5% dari target. Namun untuk tahun 2019, pemerintah tidak bisa lagi bertopang pada pendapatan karena pelemahan rupiah dan harga minyak, pemerintah harus meningkatkan penerimaan dari dalam negeri.
Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Muhammad Faisal mengatakan, capian ini sudah baik melihat komponen pendapatan negara baik dari sisi penerimaan perpajakan dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) mencatatkan kenaikan pertumbuhan. "Sebetulnya, kalau kita lihat hampir semua komponen ada kenaikan, dari perpajakan sudah lebih baik dibandingkan tahun yang lalu. Pajak dalam negeri sudah double digit, hanya saja pertumbuhan yang besar melewati target itu ada faktor eksternal dari harga minyal dan faktor nilai tukar," tutur Faisal kepada Kontan.co.id, Rabu (2/1).
Memang, dalam asumsi makro 2018, ditetapkan nilai tukar rupiah sekitar Rp 13.400 per dollar AS dan harga minyak US$ 48 per barel. Sementara, realisasi di tahun 2018 berdasarkan catatan Kementerian Keuangan (Kemkeu), nilai tukar rupiah mencapai Rp 14.247 per dollar AS, dan harga minyak mentah Indonesai mencapai Rp 67,5 per dollar AS.
Tahun ini, dalam Undang-Undang (UU) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019, pemerintah telah menetapkan pendapatan negara sebesar Rp 2.165,1 triliun. Target ini lebih besar dibandingkan target sebelumnya, dengan asumsi nilai tukar rupiah sebesar Rp 15.000 per dollar AS dan harga minyak mentah sebesar US$ 70 per barel.
Melihat target ini, Faisal mengatakan, pemerintah harus meningkatkan penerimaan dari dalam negeri pada tahun ini. Menurutnya, pemerintah tidak bisa lagi memanfaatkan harga minyak dan pelemahan rupiah di tahun ini. "Karena kalau kita lihat dari faktor windfall, tahun ini akan berbeda dari 2018,"imbuhnya.
Meski meningkatkan penerimaan dari dalam negeri, Faisal pun mengingatkan pemerintah supaya menempuh langkah yang hati-hati. Menurutnya, strategi yang ditetapkan jangan sampai memaksa pelaku usaha, utamanya mereka yang sudah taat membayar pajak. Dikhawatirkan, ini akan menyebabkan pelaku usaha menjadi lebih tertekan.
"Karena itu tingkat kepatuhan harus ditingkatkan. Ekstensifikasi harus dilakukan, baik itu yang selama ini belum membayar pajak karena mengemplang,, maupun yang selama ini bukan bermaksud untuk tidak membayar, tetapi mereka malas atau kesulitan membayar karena prosedur. Jadi mesti ada terobosan dari sisi prosedur," sarannya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News