kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.508.000   10.000   0,67%
  • USD/IDR 15.930   -61,00   -0,38%
  • IDX 7.141   -39,42   -0,55%
  • KOMPAS100 1.095   -7,91   -0,72%
  • LQ45 866   -8,90   -1,02%
  • ISSI 220   0,44   0,20%
  • IDX30 443   -4,74   -1,06%
  • IDXHIDIV20 534   -3,94   -0,73%
  • IDX80 126   -0,93   -0,74%
  • IDXV30 134   -0,98   -0,72%
  • IDXQ30 148   -1,09   -0,73%

Ekonom LPEM FEB UI sebut Indonesia belum perlu manfaatkan fasilitas SDR IMF


Rabu, 04 Agustus 2021 / 20:43 WIB
Ekonom LPEM FEB UI sebut Indonesia belum perlu manfaatkan fasilitas SDR IMF
ILUSTRASI. Ekonom LPEM FEB UI sebut Indonesia belum perlu manfaatkan fasilitas SDR IMF


Reporter: Bidara Pink | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF) melakukan upaya untuk menyelamatkan perekonomian global dan negara-negara dari dampak negatif pandemi Covid-19. 

Dewan Gubernur IMF kemudian menyetujui tambahan alokasi umum hak penarikan khusus atau Special Drawin Rights (SDR) sebesar SDR 456 miliar atau setara US$ 650 miliar untuk meningkatkan likuiditas global. 

Sekitar SDR 193 miliar atau setara US$ 275 miliar ini nantinya akan diberikan kepada pasar negara berkembang, termasuk negara berpenghasilan rendah. 

Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI Teuku Riefky mengapresiasi akan hal ini. Pasalnya, bantuan ini akan membantu negara-negara terutama negara berkembang dan negara miskin untuk bertahan di tengah pandemi. 

Baca Juga: Tambah likuiditas global, IMF setujui tambahan alokasi SDR sebesar US$ 650 miliar

Meski Indonesia juga masuk negara berkembang dan memiliki kuota SDR di IMF, Riefky menganggap bahwa saat ini Indonesia belum perlu untuk memanfaatkan fasilitas tersebut. 

“Likuiditas Indonesia masih cukup. Budget Indonesia juga masih ada. Bahkan, anggaran kita saja masih belum terserap 100%. Jaid, kita masih bisa memanfaatkan yang masih ada di dalam negeri,” ujar Riefky kepada Kontan.co.id, Rabu (4/8). 

Riefky mengatakan, untuk pembiayaan fiskal saat ini Indonesia lebih baik menggenjot penerimaan dan mengelola anggaran seperti melakukan refokusing dan realokasi. Daripada menambah beban utang. 

“Ini masuknya utang bilateral atau multilateral. Utang kita relatif naik drastis. Namun, tetap masih di taraf aman, tetapi tetap ini masih belum diperlukan,” tegasnya. 

Meski begitu, Riefky mengatakan bahwa Indonesia bisa menggunakan ini menjadi opsi terakhir. Kalau, memang kondisi sudah genting dan memang butuh tambahan. Namun, sekali lagi ia menyarankan bahwa Indonesia lebih baik memanfaatkan dan mengoptimalkan sumber yang ada. 

Selanjutnya: Defisit Anggaran 2021 Bisa Melebar Akibat PPKM

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×