Reporter: Arsy Ani Sucianingsih | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Konsumsi swasta pada kuartal I -2018 belum menunjukkan indikasi pemulihan. Hal ini terlihat antara lain dari komposisi pengeluaran rumah tangga, dimana proporsi pendapatan yang dibelanjakan masih cenderung menurun.
Direktur Center of Reform on Economics (CORE) Muhammad Faisal mengatakan, porsi pendapatan masyarakat yang dibelanjakan pada kuartal I-2018. Sebaliknya, proporsi untuk tabungan meningkat. Proporsi pendapatan rumah tangga untuk tabungan selama triwulan I-2018 sebesar 21,6%, Iebih tinggl dibandlng tahun lalu yang sebesar 19%.
“Sementara proporsi pendapatan yang dibelanjakan menurun dari 65,2% di kuartal 1 2017 menjadi 64,1% di kuartal I-2018,” ujar Faisal saat konferensi pers di Jakarta, Selasa (24/4).
Faisal melanjutkan, jika dilihat dari indikator penjualan kendaraan bermotor, dari Januari hingga Maret tumbuh 3,99% dibandingkan tahun lalu -6,84%. Sementara, pertumbuhan penjualan mobil pada periode yang sama melambat dari 6,15% tahun lalu menjadi 2,88% tahun ini.
Sedangkan pertumbuhan penjualan ritel selama Januari hingga Februari 2018 malah terkontraksi -0,38%. Padahal pada pada periode yang sama tahun lalu masih tumbuh 5,03%. Demikian pula penjualan ritel barang-barang tersier seperti suku cadang dan aksesoris yang melambat sebesar 7,3% sjak awal tahun, sementara dibanding tahun lalu yang tumbuh 13,8%. Peralatan informasi dan komunikasi, justru mengaiami penurunan drastis sebesar -10,4% dibanding tahun lalu yang tumbuh 9,3%.
Dari survei indeks ekspektasi konsumen (IEK) oleh Bank Indonesia, rata-rata IEK untuk golongan pengeluaran di atas Rp 5 juta per bulan pun tumbuh lebih lambat, dari 6,2% pada kuartal I-2017 menjadi 1,19% pada kuartal I-2018, jauh di bawah rata-rata pertumbuhan IEK untuk golongan pengeluaran Rp 1-2 juta/bulan yang meningkat dari 4,2% menjadi 10,5% pada periode yang sama.
“Menanggapi kondisi ini, CORE telah memperingatkan pentingnya pemerintah untuk mendorong yang dapat memngkatkan daya beli dan memberikan stimulus terhadap belanja masyarakat, atau setidaknya tidak menerapkan kebijakan yang justru berpotensi menekan tingkat konsumsi,” tambah Faisal.
Menurutnya, pada tahun ini pemerintah memang sudah mulai merespon dengan program-program terkait peningkatan daya beli golongan masyarakat berpenghasilan bawah, seperti meningkatkan anggaran program bantuan sosial, mempertahankan tarif dasar listrik, serta meluncurkan program padat karya tunai dalam pembangunan infrastruktur desa.
Hal ini tercermin dari Indikasi perbaikan daya beli pada masyarakat bawah terlihat dari peningkatan upah riil buruh tani sebesar 0,92% dan pembantu rumah tangga 2,18% selama tiga bulan pertama pertama 2018. Meskipun demikian, upah riil buruh bangunan masih terus menurun sebesar 0,89% (yoy). NTP selama kuartal I-2018 juga meningkat sebesar 1,99% dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang turun -1,60%.
Faisal menjelaskan, demi menjaga daya beli masyarakat bawah melalui program-program bantuan sosial saja tidak cukup. Pemerintah harus juga memberikan sinyal yang positif untuk membangun kepercayaan masyarakat terhadap kondisi ekonomi dan prospeknya ke depan, khususnya masyarakat golongan menengah atas, sehingga mereka lebih terdorong untuk berbelanja.
Apalagi, lanjutnya, untuk masyarakat menengah dan atas ini memberikan kontribusi 83% terhadap total konsumsi rumah tangga. Salah satu langkah krusial adalah kebijakan perpaiakan yang ditujukan pada wajib pajak yang notabene adalah masyarakat golongan menengah atas.
“Sayangnya, kebijakan tersebut baru dijalankan menjelang pentas politik tahun 2019, sehingga sangat bisa dimaklumi jika banyak kalangan yang menganggap langkah tersebut tidak lebih dari sekedar kebijakan populis untuk mendulang suara pada pemilu mendatang,” kata Faisal.
Menurutnya, terlebih lagi jika pembagian bantuan sosial itu dilakukan bersamaan dengan kunjungan pemimpin negara ke daerah.
Selama kuartal I-2018, realisasi belanja bantuan sosial memang tumbuh sangat pesat hingga 88% dibanding tahun lalu, berkebalikan dengan realisasi belanja modal yang justru turun 18%.
Di sisi lain, Kebijakan perpajakan memang menjadi sorotan penting terlebih mengingat target penerimaan pajak di tahun ini yang meningkat sangat signifikan. Upaya pemerintah mengejar target penerimaan yang tinggi jangan sampai menjadi momok bagi masyarakat dan pelaku usaha yang berimbas pada pola belanjanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News