Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Ekonom juga memperkirakan sejumlah faktor mendorong defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) kuartal kedua tahun ini lebih lebar dibanding kuartal pertama tahun lalu yang tercatat sebesar US$ 2,4 miliar atau 1% dari produk domestik bruto (PDB).
Ekonom SKHA Institute for Global Competitiveness Eric Sugandi mengatakan, di kuartal kedua tahun ini, surplus neraca perdagangan menurun karena kenaikan impor untuk kebutuhan bahan baku tumbuhnya investasi dan barang konsumsi selama musim puasa.
Selain itu, di kuartal kedua tahun ini, defisit neraca jasa melebar karena kenaikan biaya transportasi akibat kenaikan harga minyak. Tak hanya itu, di kuartal kedua tahun ini defisit neraca pendapatan primer juga melebar karena repatriasi di Mei dan Juni.
"Sehingga dugaan saya defisitnya bisa lebih besar dari kuartal pertama 2017," kata Eric kepada KONTAN, Senin (19/6). Sayangnya, ia tak bisa menyebutkan angkanya. Eric memperkirakan secara umum, CAD tahun ini mencapai 1,8% dari PDB.
Sementara itu, Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual melihat dividen yang dibayarkan pada kuartal kedua tahun ini tidak sebesar tahun lalu.
Sebab, "Dulu sebelum amnesti pajak, pengusaha memiliki vehicle di luar. Setelah amnesti, mereka crossing sehingga ada pengaruh ke pembagian dividen di kuartal kedua tahun ini," kata David.
Ia memperkirakan, CAD kuartal kedua tahun ini tidak sampai 2% dari PDB, yaitu hanya 1,9% dari PDB. Sepanjang tahun, ia juga memperkirakan CAD akan mencapai 1,9% dari PDB.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News