kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

CAD berpotensi melebar efek kenaikan peringkat S&P


Senin, 22 Mei 2017 / 17:45 WIB
CAD berpotensi melebar efek kenaikan peringkat S&P


Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Kenaikan peringkat utang Indonesia dari salah satu lembaga pemeringkat utang internasional utama, Standard and Poor's (S&P) berpotensi menarik investasi portofolio dan menaikkan investasi asing langsung ke dalam negeri. Namun, hal ini bisa berdampak pada defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD).

Sepanjang 2016, Bank Indonesia (BI) mencatat CAD berhasil membaik menjadi US$ 16,3 miliar atau 1,8% dari produk domestik bruto (PDB). Sementara di kuartal pertama tahun 2017, CAD jauh lebih baik, yaitu sebesar US$ 2,4 miliar atau 1% dari PDB.

Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih mengatakan, peningkatan investasi portofolio dan investasi langsung ke tanah air berpotensi meningkatkan defisit neraca pendapatan primer yang merupakan salah satu komponen CAD, membesar. Sebab, pembayaran pendapatan investasi langsung dan pembayaran bunga surat utang dan pinjaman luar negeri akan meningkat.

Dari sisi neraca barang, Lana bilang peningkatan investasi asing langsung bisa menyebabkan impor meningkat. Sebab, investor asing tersebut pasti membutuhkan barang modal dari luar negeri.

"Jika impornya naik maka efeknya defisit transaksi berjalan meningkat," kata Lana kepada KONTAN, Senin (22/5).

Lebih lanjut menurut Lana, kenaikan peringkat dari S&P juga mendatangkan arus modal asing yang masuk (capital inflow) yang berdampak pada penguatan nilai tukar rupiah. Sementara itu, kurs rupiah yang terlalu kuat, juga menyebabkan peningkatan impor.

Namun, Lana memperkirakan Bank Indonesia (BI) akan menjaga kurs rupiah di level saat ini, yaitu sekitar Rp 13.300 per dollar AS. Salah satunya untuk mengantisipasi lonjakan impor.

Sebab, ia memperkirakan kinerja ekspor Tanah Air di tahun ini belum stabil. Lana bilang, harga komoditas tahun ini belum akan meningkat signifikan, karena harga minyak mentah dunia akan sulit beranjak melampaui angka US$ 55 per barel lantaran pembatasan produksi minyak oleh negara-negara penghasil minyak (OPEC) akan dibarengi oleh peningkatan produksi shale oil.

Selain itu, harga batubara masih akan berada pada kisaran saat ini, yaitu US$ 65-US$ 70 per metrik ton jika ekonomi China belum melaju lebih tinggi lagi.

"Kalau impor naik, BI akan kerepotan, takutnya CAD akan membesar. Jadi mau tidak mau walaupun ada inflow lumayan, belum tentu rupiah menguat, bisa aja ditahan," tambahnya.

Lana belum bisa memprediksi pelebaran CAD yang terjadi di tahun ini. Namun menurutnya, pelebaran CAD hingga 2% dari PDB masih bisa ditoleransi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×