Reporter: Dimas Andi | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indonesia masih dinilai sebagai salah satu negara terbaik untuk berinvestasi. Namun demikian, pemerintah Indonesia juga masih punya pekerjaan rumah untuk membenahi iklim investasi di dalam negeri.
Mengutip laporan USNews, mereka membuat survei negara terbaik untuk berinvestasi (best countries to invest) pada tahun 2021. Survei berbasis persepsi global tersebut melibatkan lebih dari 4.919 pengambil keputusan bisnis dan memperingkat negara berdasarkan skor tertinggi yang mengacu pada delapan atribut negara berbobot sama.
Di antaranya adalah atribut korupsi, dinamika, stabilitas ekonomi, kewirausahaan, aturan pajak yang menguntungkan, inovatif, tenaga kerja terampil, dan keahlian teknologi.
Berdasarkan survei tersebut, Indonesia menempati posisi kedua sebagai negara terbaik untuk berinvestasi. Posisi Indonesia berada di bawah Meksiko serta di atas Lithuania, Uni Emirat Arab, dan Malaysia.
Sementara itu, mengacu data Kementerian Investasi, realisasi investasi Indonesia di periode Januari—Juni 2021 mencapai Rp 442,8 triliun atau tumbuh 10% (yoy). Jumlah ini terdiri dari investasi berupa penanaman modal dalam negeri (PMDN) sebesar Rp 214,3 triliun dan penanaman modal asing (PMA) sebesar Rp 228,5 triliun.
Sektor jasa menjadi kontributor utama realisasi investasi Indonesia yakni sebesar Rp 218,7 triliun pada semester I-2021. Kemudian disusul oleh investasi industri pengolahan (manufaktur) sebesar Rp 167,1 triliun, pertambangan sebesar Rp 32,3 triliun, tanaman pangan, perkebunan, dan peternakan sebesar Rp 23,2 triliun, perikanan sebesar Rp 0,8 triliun, dan kehutanan sebesar Rp 0,7 triliun.
Baca Juga: Sektor jasa masih jadi jagoan dalam menarik investasi
Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI Teuku Riefky mengatakan, masalah investasi di Indonesia agak tricky. Di satu sisi, nilai realisasi investasi yang masuk ke Indonesia berada dalam tren yang positif, namun di sisi lain Indonesia masih berhadapan pada masalah kemudahan investasi (ease of doing business/EoDB).
Berdasarkan data Bank Dunia (World Bank), di tahun 2020 peringkat EoDB Indonesia hanya 73. Indonesia masih di bawah negara-negara tetangga seperti Vietnam, Thailand, Malaysia, dan Singapura untuk urusan kemudahan berinvestasi.
“Indikator EoDB lebih akurat untuk menentukan apakah sebuah negara atraktif untuk berinvestasi atau sebaliknya. Selama ini Indonesia belum ada peningkatan signifikan atau masih stagnan,” ungkap Riefky, Senin (2/8).
Pemerintah sebenarnya telah melakukan berbagai terobosan untuk menarik investasi seperti penerbitan UU Cipta Kerja, pemberian insentif fiskal dan non fiskal, hingga pembentukan Indonesia Investment Authority (INA) – Sovereign Wealth Fund (SWF).
Namun, hal itu belum cukup. Masih terdapat beberapa hambatan yang dinilai dapat merugikan investor di Indonesia. Misalnya, ongkos pesangon tenaga kerja di Indonesia yang tergolong mahal.
Lantaran mahal, tak sedikit perusahaan yang akhirnya menggunakan jasa tenaga kerja informal dengan sistem kontrak. Kondisi ini tentu tidak menguntungkan baik dari pihak pemberi kerja maupun tenaga kerja yang bersangkutan.
“Perusahaan harus selalu melakukan training kepada pekerja kontrak. Di sisi lain, pekerja tidak mendapat hak-hak seperti asuransi dan jaminan dana pensiun karena statusnya bukan karyawan tetap,” terang Riefky.
Dia berpendapat, dari segi kebijakan dan regulasi sebenarnya sudah ada kemajuan yang dilakukan oleh pemerintah. Tinggal implementasi yang harus dilakukan secara tepat dan transparan di lapangan. Baik pemerintah pusat dan daerah harus memiliki kemampuan koordinasi yang solid dalam mengimplementasikan kebijakan seputar investasi. “Pemerintah mesti memastikan implementasi kebijakannya berjalan dengan baik,” tukas Riefky.
Selanjutnya: Indonesia bisa masuk peringkat 60 kemudahan investasi, begini pandangan Kadin
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News