Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Ekonom Kenta Institute Eric Alexander Sugandi mengatakan, Bank Indonesia (BI) berpeluang melakukan pelonggaran kebijakan moneter melalui penurunan giro wajib minimum (GWM). Penurunan GWM diperlukan untuk mendorong pertumbuhan kredit.
Eric mengatakan, pertumbuhan kedit tahun ini tidak secepat yang diperkirakan lantaran permintaan masih melemah. Ia memperkirakan, pertumbuhan kredit akhir tahun ini hanya sekitar 8%-10%. Bahkan, masih ada risiko ke bawah perkiraan pertumbuhan kredit tersebut.
Oleh karena itu, lanjut Eric, penurunan GWM akan memberikan tambahan likuiditas di sistem perbankan. Tak hanya itu, penurunan GWM juga dapat memfasilitasi penurunan suku bunga deposit dan kredit dari sisi suplai.
"Saya pikir kalau BI memandang perlu, GWM bisa diturunkan lagi secara bertahap, mungkin ke 5% hingga 2017," kata Eric, Senin (12/9).
Sejak akhir tahun lalu dan hingga saat ini, BI telah menurunkan GWM 100 basis points (bps) ke level 6,5%. Dengan demikian, BI perlu menurunkan GWM 150 bps secara bertahap hingga untuk mencapai level 5%. "Kembali ke level dulu," tambahnya.
Eric memproyeksi, pertumbuhan kredit tahun depan masih berisiko tumbuh single digit. Ia memperkirakan pertumbuhan kredit tahun depan berkisar 9%-11%.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Juda Agung memperkirakan, posisi kredit yang disalurkan oleh perbankan per akhir Agustus 2016 tumbuh 6,9% year on year (YoY). Perkiraan pertumbuhan kredit tersebut lebih rendah dari bulan sebelumnya yang masih tumbuh di atas 7%, yaitu 7,7%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News