Reporter: Bidara Pink | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pada bulan Desember 2019 diprediksi mencatat inflasi 0,42% karena kenaikan harga-harga pangan menyambut Natal dan Tahun Baru.
Kepala Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro mengaatakan indeks harga konsumen (IHK) pada bulan Desember akan menunjukkan inflasi sebesar 0,42% secara bulanan atau month on month (mom).
"Ini disebabkan oleh faktor seasonal, yaitu karena momen liburan Natal dan Tahun Baru," ujar Andry kepada Kontan.co.id, Senin (30/12).
Baca Juga: Jeblok tahun lalu, saham sektor barang konsumsi diprediksi rebound tahun ini
Andry pun melihat kontribusi tertinggi akan datang pada harga transportasi, khususnya transportasi udara. Sementara bila melihat dari kelompok pengeluaran bahan makanan, ia memprediksi bahwa perubahan harga pada kelompok tersebut akan stabil
Dengan menimbang kondisi tersebut, Andry memprediksi inflasi pada keseluruhan tahun 2019 akan mencapai 2,80% yoy atau lebih rendah dari inflasi pada bulan November 2019 yang sebesar 3,00% yoy.
Ini pun lebih rendah dari realisasi inflasi pada tahun 2018 yang sebesar 3,13% yoy.
"Capaian ini pun lebih rendah dari prediksi inflasi kami yang sebelumnya, yaitu di level 3,41% yoy," tambah Andry.
Menurutnya, ini disebabkan oleh permintaan dari dalam negeri yang lebih lemah dari yang diharapkan seiring dengan kenaikan harga dari sisi penawaran yang terkelola dengan baik.
Selain itu, ini juga menimbang dari kondisi harga energi dan harga yang ditetapkan oleh pemerintah (administered prices) yang masih terjaga sehingga membuat inflasi pada sepanjang tahun 2019 ini lebih rendah.
Baca Juga: Indef prediksi inflasi tahun 2020 akan meningkat, ini penyebabnya
Untuk selanjutnya, Andry memproyeksi pbahwa inflasi pada tahun 2020 akan mencapai 3,54% yoy atau berada dalam target yang ditetapkan oleh Bank Inodnesia (BI), yaitu di kisaran 2% - 4% yoy.
Inflasi pada tahun depan pun dipandang relatif lebih tinggi dari proyeksi inflasi karena disebabkan oleh meningkatnya beberapa administered prices. Oleh karena itu, Andry berharap bahwa BI akan terus mengeluarkan kebijakan moneter yang akomodatif pada sepanjang tahun tersebut.
Lebih jauh, Andry juga melihat bahwa ada kemungkinan bank sentral Amerika Serikat (AS) The Fed yang akan berada dalam tren dovish sehingga masih ada ruang BI untuk memangkas suku bunga acuan sebanyak 25 basis poin (bps) ke 4,75%.
Baca Juga: Kementan sebut produksi beras capai tiga juta ton per bulan di tahun depan
Usaha ini pun untuk menggenjot ekspansi pertumbuhan ekonomi domestik di tengah kondisi ekonomi global.
Andry pun mengimbau agar Indonesia tetap waspada karena ada kemungkinan pelebaran defisit neraca transaksi berjalan (TB) atau current account deficit (CAD) menjadi 2,88% dari PDB.
Ini disebabkan oleh semakin meningkatnya impor akinat konsekuensi dari meningkatnnya pertumbuhan investasi,
"Pertumbuhan investasi yang lebih baik karean adanya reformasi ekonomi yang masif dan berkurangnya ketidakpastian setelah akhir tahun politik 2019," tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News