kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.924.000   -21.000   -1,08%
  • USD/IDR 16.319   9,00   0,06%
  • IDX 7.792   185,77   2,44%
  • KOMPAS100 1.105   23,32   2,16%
  • LQ45 823   23,67   2,96%
  • ISSI 258   4,00   1,58%
  • IDX30 426   12,56   3,04%
  • IDXHIDIV20 488   14,77   3,12%
  • IDX80 123   2,78   2,31%
  • IDXV30 127   1,15   0,91%
  • IDXQ30 137   4,21   3,18%

Efisiensi Pos Belanja TKD dan Penurunan DAK Berisiko Tekan PDB Daerah


Selasa, 12 Agustus 2025 / 16:22 WIB
Efisiensi Pos Belanja TKD dan Penurunan DAK Berisiko Tekan PDB Daerah
ILUSTRASI. Menkeu Sri Mulyani.


Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati belum lama ini menerbitkan PMK 56/2025, yang salah satunya mengatur efisiensi pos anggaran Transfer ke Daerah (TKD).

Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai efisiensi Transfer ke Daerah (TKD) yang diatur dalam PMK 56/2025, selaras dengan Inpres 1/2025 dan KMK 29/2025, berpotensi menekan belanja daerah yang memiliki daya ungkit jangka pendek terbesar terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), yaitu belanja modal Dana Anggaran Khusus (DAK) fisik/infrastruktur dan sebagian belanja barang/jasa.

“Pemangkasan atau realokasi infrastruktur akan langsung melemahkan aktivitas konstruksi lokal, menyusutkan permintaan material dan jasa pendukung, lalu merambat ke perdagangan dan transportasi daerah,” kata Josua kepada Kontan, Selasa (12/8/2025).

Dampak paling besar akan dirasakan daerah yang bergantung pada TKD dengan kapasitas Pendapatan Asli Daerah (PAD) terbatas, karena ruang kompensasi lewat pos belanja lain relatif sempit.

Meski begitu, kontraksi jangka pendek dapat diimbangi jika efisiensi diarahkan pada pemotongan program ber-output rendah dan dialihkan ke layanan publik dasar seperti pendidikan, kesehatan, dan ketahanan pangan yang memiliki daya serap lebih tinggi.

Baca Juga: Aturan Baru Efisiensi APBN Terbit, Wamenkeu: Efisiensi Jadi Komitmen Pemerintah

Tahun ini pemerintah melakukan efisiensi TKD sekitar Rp 50,6 triliun. Realisasi TKD semester I 2025 mencapai Rp402,5 triliun atau 43,8% dari pagu, dengan alokasi terbesar untuk BOS/TPG, BOK kesehatan, air minum, sanitasi, hingga BLT Desa. Alokasi ini menahan sisi konsumsi, namun belum sepenuhnya menggantikan efek pengganda belanja modal daerah.

Total anggaran DAK 2026 dipatok Rp155 triliun, turun dari Rp185,24 triliun pada 2025 yang kemudian dipangkas menjadi Rp166,93 triliun pasca Inpres. Penurunan ini berpotensi mempersempit ruang belanja pemerintah daerah, terutama untuk proyek fisik baru, pengadaan alat, dan perluasan layanan berbasis infrastruktur.

DAK fisik selama ini menjadi mesin belanja modal daerah, sementara Dana Alokasi Umum (DAU) makin rigid karena terserap gaji/PPPK dan layanan wajib, dan Dana Bagi Hasil (DBH) fluktuatif mengikuti harga dan produksi komoditas.

Jika DAK terus menurun, APBD akan bergeser ke belanja rutin dan perlindungan sosial yang menjaga daya beli, tetapi lebih lemah mendorong pembentukan aset tetap dan kapasitas produksi regional. Josua menyarankan prioritisasi pemeliharaan dan penyelesaian proyek multi-year contract, percepatan skema KPBU atau BUMD untuk infrastruktur air minum–sanitasi–persampahan, integrasi Dana Desa sebagai proyek padat karya, serta perbaikan kepatuhan syarat salur.

Baca Juga: Aturan Baru Efisiensi Belanja Kementerian dan Daerah, Ini Rinciannya

Kontribusi TKD terhadap PDRB daerah dan PDB nasional berbeda-beda. Secara nasional, outlook TKD 2025 sekitar Rp864 triliun, dengan kontribusi hanya beberapa persen terhadap PDB, tergantung porsi yang terserap untuk belanja barang/jasa dan modal.

Di daerah dengan basis ekonomi kecil seperti Papua, NTT, atau daerah tertinggal, TKD bisa setara dua digit persen terhadap PDRB sehingga perubahan kecil langsung terasa. Sebaliknya, di daerah besar seperti DKI Jakarta atau Jawa Barat, efeknya lebih kecil.

Josua mengingatkan tiga risiko utama “crowding-out” belanja modal oleh rigiditas belanja wajib, realisasi yang lambat akibat syarat salur dan pengadaan, serta risiko spasial di daerah ber-TKD tinggi namun ber-PAD rendah.

“Ringkasnya, efisiensi TKD dapat memperbaiki kualitas belanja dan keberlanjutan fiskal. Namun tanpa prioritas yang tepat dan eksekusi cepat, ia berisiko menekan PDRB daerah di 2025–2026, terutama melalui kanal konstruksi dan UMKM lokal,” ujarnya.

Baca Juga: Sri Mulyani Terbitkan PMK Baru, Anggaran Kementerian dan Daerah Kena Efisiensi

Selanjutnya: Tengok Ramalan Zodiak Karier & Keuangan Besok Rabu 13 Agustus 2025

Menarik Dibaca: Tengok Ramalan Zodiak Karier & Keuangan Besok Rabu 13 Agustus 2025

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mitigasi Risiko SP2DK dan Pemeriksaan Pajak Executive Macro Mastery

[X]
×