Reporter: Lailatul Anisah | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menjelaskan perkembangan temuan dugaan pelanggaran berupa persekongkolan atau konspirasi dalam tender pengadaan Electric Multiple Unit (EMU) dalam rangkaian Kereta Cepat Jakarta-Bandung Whoosh.
Ketua Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) M Fanshurullah Asa menjelaskan saat ini perkara tersebut sudah masuk tahap penyelidikan untuk menemukan barang bukti.
"Kalau masalah kereta ini kita masih di tahap penyelidikan karena harus ada dua bukti," jelas Asa pada Media di Kantornya, Rabu (8/1).
Asa menjelaskan untuk perkara bisa masuk persidangan harus ada setidaknya dua barang bukti bisa berupa notulen, pengakuan atau hal lainya.
Asa saat ini belum bisa membuka terkait temuan barang bukti ini karena masih dirahasiakan. Namun, dirinya menegaskan pihaknya telah memanggil sejumlah pihak terlapor yakni PT CRRC Sifang Indonesia sebagai Terlapor I (yang juga merupakan panitia tender) dan PT Anugerah Logistik Prestasindo sebagai Terlapor II.
Baca Juga: Indonesia Gabung BRICS, Pertumbuhan Ekonomi Terdongkrak Sampai 0,3%
Selain itu, dirinya juga telah memanggil PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) untuk dimintai perkara atas temuan dugaan pelanggaran dalam tender pengadaan Electric Multiple Unit (EMU) dalam rangkaian Kereta Cepat Jakarta-Bandung Whoosh ini.
"Sudah dipanggil semua untuk investigasi, tapi hasilnya apa itu belum," ujarnya.
Sebelumnya, temuaan dugaan pelanggaran terhadap protek kereta capat disampaikan oleh Investigaor KPPU dalam Laporan Dugaan Pelanggaran (LDP) pada sidang perdana perkara Nomor 14/KPPU-L/2024 tentang Dugaan Pelanggaran Pasal 22 UU Nomor 5 Tahun 1999 terkait Pengadaan Transportasi Darat untuk Pemasokan EMU pada Proyek Jakarta Bandung High Speed Railways Project.
"Dalam LDP-nya, investigator menduga telah terjadi persekongkolan dalam pemasokan unit kereta untuk proyek kereta cepat Jakarta-Bandung tersebut," tulis KPPU dalam keterangan resmi yang dikutip pada Senin (16/12).
Perkara bersumber dari laporan masyarakat dengan melibatkan PT CRRC Sifang Indonesia sebagai Terlapor I (yang juga merupakan panitia tender) dan PT Anugerah Logistik Prestasindo sebagai Terlapor II.
Dalam LDP, investigator penuntutan menjelaskan berbagai fakta atau temuan yang mengarah pada persekongkolan, seperti Terlapor I yang tidak memiliki peraturan tertulis yang baku terkait tata cara pemilihan penyedia barang dan/atau jasa.
Investigator juga menemukan Terlapor I tidak melakukan penerimaan dan/atau pembukaan dan/atau evaluasi dokumen penawaran secara terbuka atau transparan, dan Terlapor I memenangkan peserta tender yang tidak memenuhi persyaratan kualifikasi.
Oleh sebab itu, investigator menduga Terlapor I telah melakukan diskriminasi dan pembatasan peserta tender untuk memenangkan Terlapor II. Meskipun Terlapor tersebut dinilai oleh Investigator tidak layak menjadi pemenang tender.
"Karena (terlapor) tidak memenuhi persyaratan modal disetor yaitu sebesar Rp10 miliar, dan tidak memiliki pengalaman sejenis atau pengalaman pekerjaan terkait dengan objek yang ditentukan, serta tidak mendapatkan nilai atau skor tertinggi pada tender," isi keterangan KPPU.
Selain itu, investigator juga menduga persekongkolan tersebut telah menghambat atau menutup kesempatan peserta lain menjadi pemenang tender. Sebagai catatan, pemenang harusnya dipilih dengan metode tender Penilaian Bentuk, Penilaian Kualifikasi dan Penilaian Responsif.
Baca Juga: Merger dan Akuisisi di Tahun 2024 Lebih Sepi
Selanjutnya: Harga Pangan di Sulawesi Tengah 8 Januari 2025: Cabai Rawit dan Ikan Kembung Turun
Menarik Dibaca: Tingkatkan Efisiensi dan Fleksibilitas, Tigaraksa Satria Luncurkan Project SUNRISE
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News