Reporter: Ratih Waseso | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pada 2 Maret 2022, dua tahun Indonesia dilanda pandemi Covid-19. Langkah Pemerintah menangani pandemi dinilai telah mengalami perbaikan dibandingkan saat awal pandemi masuk ke Indonesia.
Bhima Yudhistira, Ekonom dan Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) mengatakan, sering berganti-ganti kebijakan penanganan bukan hanya karena perkembangan pandemi yang fluktuatif tapi juga karena faktor komunikasi dan koordinasi.
Bhima mengingatkan bagaimana buruknya koordinasi antara Kementerian saat awal pandemi. Namun kini di bawah koordinasi Menko Koordinator Bidang Maritim dan Investasi koordinasi penanganan pandemi mulai ada perbaikan satu tahun terakhir.
Baca Juga: Tingkatkan Sistem Digitalitasi, Askrindo Sabet Awards
"Ego sektoral itu harus dihabiskan ada pembenahan 1 tahun terakhir untuk koordinasi dimana ada kementerian superpower di bawah Pak Luhut yang take over semua, ya ini plus minus. Tapi sekarang sudah ada strukturnya kemudian juga statement-statement dari para menteri juga sudah dimonitor, bicara berbasis data. Jadi informasinya juga lebih akurat lebih dipercaya oleh pelaku usaha dan masyarakat," kata Bhima, Selasa (1/3).
Meski demikian, Bhima menyebut birokrasi dalam merespon pandemi masih dinilai lambat. Di mana saat terjadi realokasi besar-besaran anggaran tidak sebanding dengan kecepatan serapannya.
Selain itu, dua tahun pandemi ini, masalah data dan sinkronisasi data juga masih jadi tugas yang masih menjadi PR pemerintah.
"Soal pendataan sinkronisasi data ini terasa sekali dalam 2 tahun terakhir yang paling menghambat pencairan anggaran, menghambat kecepatan untuk penanganan pandemi didaerah-daerah contohnya soal data pasien kemudian juga insentif nakes itu juga relatif lambat dicairkan karena permasalahan soal verifikasi data," imbuhnya.
Baca Juga: Jokowi minta TNI-Polri ikut Waspadai Tantangan Global
Kemudian belum seluruhnya data kependudukan padu dengan data penerima bantuan sosial yang membuat penyerapan bansos menjadi lambat. Misalnya saja untuk BLT dana desa yang penyerapan lambat karena lamanya verifikasi data penerima.
"BLT Dana Desa pencairannya paling kecil karena pejabat di tingkat Desa bingung syarat Bansos BLT desa adalah tidak menerima dana Bansos lainnya, sehingga verifikasinya lama sekali artinya pencairan dana BLT ini juga terganggu," ujarnya.
Meski demikian, Bhima mengapresiasi penanganan gelombang omicron yang jauh lebih baik ketimbang saat varian delta. Dalam penanganan omicron Bhima menyebut tak hanya pemerintah yang belajar dari gelombang sebelumnya, masyarakat dan pelaku usaha juga ikut andil dalam menghadapi gelombang omicron.
Respons cepat pemerintah dalam memperpanjang periode karantina pelaku perjalanan luar negeri (PPLN) saat awal omicron masuk ke Indonesia juga diapresiasi.
Selain itu banyaknya stimulus bansos kepada pelaku usaha dan UMKM hingga kebijakan restrukturisasi kredit juga sangat membantu pelaku usaha bertahan di tengah pandemi.
Senada dengan Bhima, Ekonom Center of Reform on Economics Indonesia (CORE) Yusuf Rendy mengatakan, kinerja pemerintah dalam penangan pandemi mengalami perbaikan secara bertahap terutama jika dibandingkan tahun 2021 dan tahun 2020. Pada tahun 2020, peran pemerintah dalam penangan pandemi dinilai belum cukup optimal.
Baca Juga: Indeks Manufaktur Indonesia Diprediksi Masih di Level Ekspansif Tahun Ini
"Dari sisi kesehatan misalnya, upaya pemerintah dalam melakukan test, tracing dan isolasi relatif rendah. Sementara satu tahun setelahnya perbaikan dilakukan pemerintah terutama dalam meningkatkan kapasitas test, tracing dan isolasi," kata Yusuf.
Langkah pemerintah dalam mengamankan jatah vaksin terutama dari beberapa produsen vaksin global juga patut diapresiasi. Di sisi lain, Yusuf menyebut tingkat vaksinasi juga terus didorong pemerintah. Aplikasi PeduliLindungi juga menjadi inovasi yang patut diapresiasi sebagai upaya pemerintah memperbaiki tracing.
Hanya saja Yusuf menyebut, proses vaksinasi di beberapa daerah belum sepenuhnya menjangkau beberapa kelompok masyarakat. Hal ini terjadi karena kelompok masyarakat tersebut tidak mengetahui secara utuh informasi mengenai vaksinasi.
"Sehingga ini menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah terutama dalam mensosialisasikan fungsi utama dari vaksinasi terhadap kelompok ini," kata Dia.
Di luar penanganan kesehatan, pendekatan ekonomi juga mengalami perbaikan. Skema bantuan pemulihan ekonomi di tahun 2021 lebih bervariatif dibandingkan tahun 2020. Bantuan juga lebih bervariasi dalam hal, kelompok penerima.
Baca Juga: Luncurkan Hanwha Smart CI Plus, Hanwha Life Berikan Proteksi Untuk 66 Penyakit Kritis
"Tentu ini merupakan sesuatu yang patut di apresiasi. Adapun untuk kritiknya lebih kepada pembenahan data yang digunakan untuk penyaluran bantuan. Salah satu titik evaluasi dari penyaluran bantuan pemerintah ialah data penerima bantuan, DTKS yang dijadikan acuan pada kenyataan belum terbarukan sehingga potensi error dari penyaluran masih terjadi," ungkapnya.
Yusuf juga menilai, untuk koordinasi antar instansi dinilai sudah relatif baik, jika dibandingkan misalnya tahun 2020 lalu. Hanya saja, evaluasi koordinasi perlu dilakukan antara Pemda dan Pemerintah Pusat. Di mana kurangnya koordinasi ini menyebabkan serapan belanja daerah terutama untuk penanganan pandemi sempat tidak optimal di beberapa bulan di tahun lalu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News