Reporter: Ratih Waseso | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rencana Pemerintah mengubah peraturan perundang-undangan yang tak lagi relevan dan menghambat pertumbuhan investasi di Indonesia akan rampung satu bulan ke depan. Nantinya UU lama yang dianggap tak relevan lagi akan diganti dengan RUU berkonsep omnibus law.
Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Piter Abdullah menyebut bahwa persoalan yang menghambat investasi bukan hanya ada pada regulasi yang diatur dalam 72 UU yang akan digantikan tersebut.
Baca Juga: Kementerian ESDM: Revisi UU Minerba tidak khususkan soal kontrak PKP2B
"Dua faktor utama yang menghambat investasi misalnya adalah inkonsistensi kebijakan pemerintah dan tidak adanya koordinasi kebijakan pusat daerah. Dua hal ini kan bukan peraturan atau regulasi," terang Piter saat dihubungi Kontan.co.id, Jumat (13/9).
Piter memberi contoh bahwa bukan hanya regulasi yang menghambat investasi. Termasuk sulitnya memperoleh lahan atau juga masalah perburuhan.
Oleh karena itu Piter menyarankan agar Pemerintah tak hanya menggantikan ke-72 UU dengan omnibus law saja. Perbaikan faktor-faktor lainnya juga diperlukan.
Ditanya manakah UU yang seharusnya dicabut guna mendorong investasi dan bisnis, Piter menyebut ke-72 nya perlu dicabut. Semangat Pemerintah dalam meminimalisir hambatan investasi juga perlu diapresiasi
Pendapat yang hampir sama yaitu dari Ekonom Indef Abra Talattov jika segi aspek ekonomi secara normatif adanya revisi langkah pemerintah memang berpotensi menjadi stimulan iklim investasi.
Baca Juga: Beleid terkait batas usia minimal pernikahan menjadi 19 tahun terbit bulan ini
Sebelumnya dijelaskan upaya merevisi UU penghambat investasi ini sejalan dengan rekomendasi Bank Dunia dalam presentasinya kepada Presiden Jokowi belum lama ini.
Dalam paparan presentasi yang diterima Kontan, salah satu saran Bank Dunia untuk meningkatkan kepastian berinvestasi di Indonesia ialah dengan memeriksa semua peraturan dan hukum, dibantu oleh tim atau badan pengawas pengaturan di bawah wewenang presiden.
Evaluasi terhadap peraturan dan hukum, menurut Bank Dunia, harus mempertimbangkan beberapa hal. Pertama, biaya dan manfaat (cost and benefit) bagi pelaku usaha, masyarakat, dan pemerintah.
Baca Juga: Kericuhan pecah di depan Gedung KPK, demonstran lempar batu
Kedua, konsistensi dengan kebijakan pemerintah. Ketiga, telah melalui uji konsultasi publik secara terbuka dan seimbang.
Bank Dunia memandang, evaluasi peraturan dan hukum paling baik dimulai dari regulasi terkait investasi dan ekspor. “Menghapus kontradiksi, inkonsistensi, dan peluang untuk diskresi dalam undang-undang utama yang terkait dengan pendaftaran dan perizinan bisnis,” seperti ditulis Bank Dunia.
Setelah itu, baru pemerintah bisa beranjak kepada aturan-aturan di dalam domain lainnya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News