kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,02   -8,28   -0.91%
  • EMAS1.318.000 0,61%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Draf RUU larangan minuman beralkohol ditargetkan rampung akhir tahun 2021


Rabu, 14 Juli 2021 / 19:18 WIB
Draf RUU larangan minuman beralkohol ditargetkan rampung akhir tahun 2021
ILUSTRASI. Petugas menata minuman beralkohol di?Jakarta.


Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Achmad Baidowi mengatakan, Baleg DPR RI akan melanjutkan rapat dengar pendapat umum (RDPU) RUU larangan minuman beralkohol (RUU minol).

Baidowi mengatakan, RDPU dilakukan untuk terus menjaring masukan-masukan dari berbagai pihak terkait substansi RUU minol tersebut. Rencananya, pada masa sidang DPR selanjutnya, Baleg DPR akan mengundang beberapa pihak termasuk aparat penegak hukum untuk memberi masukan RUU minol.

Nantinya, masukan-masukan dari berbagai pihak akan menjadi bahan pertimbangan untuk penyusunan draf RUU minol. “Target kita penyusunan draf RUU (minol) selesai tahun ini,” ujar Baidowi saat dihubungi, Rabu (14/7).

Wakil Ketua Baleg DPR RI, Ibnu Multazam dalam RDPU RUU minol hari ini mengatakan, RUU minol belum sampai pada penyusunan draf. Sebab, saat ini masih dilakukan RDPU dari berbagai pihak untuk menyempurnakan draf RUU minol.

Baca Juga: Soal RUU minuman beralkohol, ini usulan Ikatan Dokter Indonesia (IDI)

“Aparat penegak hukum penting untuk kita dengarkan pendapatnya untuk UU ini. Penindakan di lapangan kan aparat penegak hukum, misalnya kios-kios yang menjual minol tanpa izin bagaimana penindakannya atau siapa saja yang diberi izin dan siapa saja yang tidak diberi izin yang harus ditindak,” ujar Ibnu.

Sementara itu, Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan, perlu adanya kajian terkait penerimaan negara dari sektor minuman beralkohol dan beban ekonomi dan kesehatan yang ditanggung akibat adanya konsumsi minuman beralkohol.

“Dalam beberapa studi lebih berat cost nya atau kerugian ekonominya, sehingga itu mungkin bisa jadi pertimbangan dapatnya tidak seberapa tetapi kerugian ekonomi yang harus dimitigasi kalau terus menerus regulasinya seperti sekarang,” ungkap Bhima.

Bhima mengatakan, dalam studi yang dilakukan Montarat Thavorncharoensap (peneliti spesialis dampak minuman beralkohol terhadap perekonomian) menunjukkan bahwa beban ekonomi dari minuman beralkohol adalah 0,45% hingga 5,44% dari PDB (Produk Domestik Bruto). Hal ini merupakan hasil riset di 12 negara.

Baca Juga: MUI dan NU mendesak pemerintah hentikan penerbitan IUI minol

Jika menerapkan angka yang dipakai AS yaitu 1,66%. Kemudian, PDB Indonesia pada tahun 2020 sebesar Rp 15.434,2 triliun dikalikan 1,66%, maka hasilnya beban ekonomi minuman beralkohol yang mesti ditanggung Indonesia sebesar Rp 256 triliun.

Bahkan jika diambil dari angka 0,45%, maka beban ekonomi yang mesti ditanggung sebesar Rp 69,4 triliun, dimana angka tersebut tetap lebih tinggi dari penerimaan negara dari cukai yang sebesar Rp 7,14 triliun per tahunnya.

“Jadi memang semangatnya membutuhkan regulasi yang lebih ketat lagi, entah judulnya larangan atau pengendalian. Tapi saya tetap mendukung dalam menyelamatkan perekonomian jangka panjang tentunya banyak sektor yang masih digarap atau didukung selain dari minuman beralkohol sehingga lebih tepat untuk melakukan pelarangan,” ucap Bhima.

Baca Juga: RUU larangan minuman beralkohol mendapat pertentangan dari APIDMI

Selain itu, Ketua Umum Gerakan Nasional Anti Miras (Genam) Fahira Idris berharap Indonesia bisa meniru negara-negara lain yang memproduksi alkohol dan punya payung hukum peraturannya berupa undang-undang.

Sebab, dalam KUHP disebutkan bahwa pengguna minuman beralkohol yang mengganggu ketertiban umum, mengancam orang lain atau merintangi lalu lintas diancam kurungan penjara paling lama enam hari dan pidana denda paling banyak Rp 375. Hal ini terdapat dalam pasal 492 ayat 1 KUHP.

“Bagaimana kita punya aturan yang melindungi dan bagaimana agar aparat punya satu payung hukum karena setiap hari banyak yang mengadukan kepada kami, kemudian kita konsultasi kepada aparat dan aparat juga sangat berharap Indonesia punya payung hukumnya agar mereka bisa menindaklanjuti lagi kasus itu,” ucap Fahira.

Selanjutnya: RUU Larangan Minuman Beralkohol masuk prolegnas prioritas 2021, ini kata pelaku usaha

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×