Reporter: Grace Olivia | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Poin revisi Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh) masih simpang siur. Setelah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menampik isi dari draf revisi UU PPh yang beredar, giliran Komisi XI DPR angkat bicara. Komisi XI DPR menyatakan belum pernah menerima usulan dan substansi terkait revisi UU PPh dari pemerintah.
Dalam draf yang beredar, pemerintah disebut akan menurunkan tarif PPh Badan dari sebelumnya 25% menjadi 20%. Namun selain itu, pemerintah juga disebut akan menambah objek pungutan PPh baru.
Anggota Komisi XI DPR Misbakhun mengatakan, sampai saat ini pemerintah belum pernah mengirimkan draf revisi rancangan UU PPh ke pihak legislatif. "DPR RI Komisi XI dan Badan Legislasi DPR RI belum pernah menerima Usulan Amandemen RUU PPh yang datang dari Pemerintah dalam hal ini Kementrian Keuangan,” ujarnya kepada Kontan.co.id, Rabu (24/7).
Baca Juga: Premi asuransi akan dikenai PPh, ini tanggapan AAUI
Misbakhun menjelaskan, sebelumnya Komisi XI pernah berpengalaman membahas tiga UU perpajakan yang terdiri dari rancangan UU Ketentuan Umum Perpajakan (KUP), UU PPh, dan UU Pajak Pertambahan Nilai (PPN) secara sekaligus pada periode sebelumnya.
Namun, sampai sekarang, belum ada lagi pembahasan lanjutan terkait UU perpajakan tersebut, terutama terkait revisi UU PPh yang memang belum diusulkan sama sekali ke DPR. “Jadi sampai saat ini belum ada dikirimkan draf RUU PPh ke DPR,” pungkasnya.
Adapun, berdasarkan pemberitaan yang beredar, selain menurunkan tarif PPh badan menjadi 20%, pemerintah disebut akan memperluas pungutan PPh pada enam objek baru.
Baca Juga: Menteri PPN/Kepala Bappenas: Pertumbuhan ekonomi tinggi tinggal nostalgia
Yaitu, pengenaan PPh pada premi asuransi kesehatan, kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa yang ditanggung dan dibayar pemberi kerja; iuran jaminan kesehatan, kecelakaan kerja, kematian atas karyawan yang ditanggung dan dibayar oleh pemberi kerja; harta hibah; harta warisan; dan laba ditahan yang tidak dibagikan dalam bentuk dividen dan tidak diinvestasikan ke sektor riil selama 2 tahun.
Apa kata Direktorat Jenderal Pajak tentang poin-poin revisi UU PPh ini? Lihat halaman selanjutnya
Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat (P2 Humas) Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama menyatakan, substansi revisi UU PPh yang beredar tersebut tidak benar.
“RUU PPh secara resmi belum ada untuk disampaikan ke publik. Yang beredar atau ditulis di media itu tidak valid dan tidak update,” ujar Hestu kepada Kontan.co.id, Rabu (24/7).
Hestu meminta agar masyarakat tidak berspekulasi mengenai isi dan substansi perubahan UU Perpajakan. Pasalnya, hal tersebut masih dalam pembahasan Kemenkeu dan belum final. “Mohon menunggu penjelasan resmi dari Kemenkeu atau DJP ketika sudah siap untuk disampaikan ke publik,” lanjutnya.
Adapun, Hestu mengatakan, pembahasan perubahan UU Perpajakan termasuk dalam prioritas Kemkeu saat ini. Namun, seluruhnya masih dalam kajian yang dilakukan pemerintah secara internal.
Baca Juga: Ditjen Pajak: Substansi draf RUU PPh yang beredar tidak valid
Namun sebelumnya, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Suahasil Nazara mengatakan, sampai saat ini substansi kebijakan pemerintah yang sudah pasti terkait perubahan UU PPh hanyalah penurunan tarif PPh Badan menjadi 20%.
“Yang penting esensi kebijakannya yaitu akan ada penurunan tarif PPh Badan menjadi 20%. Sisanya akan kita rumuskan, kita sedang bikin naskah akademik, membuat panitia antar kementerian, dan konsultasi dengan beberapa stakeholders,” ujar Suahasil, Selasa lalu (16/7).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News