Sumber: TribunNews.com | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Ketika masyarakat menginginkan calon kepala daerah berkualitas, tak pernah tersandung hukum, muncul wacana yang naga-naganya kontroversial. Komisi II DPR RI membuka peluang kepada terpidana yang sedang menjalani hukuman percobaan, dapat mencalonkan sebagai kepala daerah.
Usulan dan dorongan tersebut disampaikan melalui rapat dengar pendapat antara KPU, Bawaslu dan Komisi II DPR pada Jumat, 26 Agustus 2016.
Koalisi Pilkada Bersih terdiri dari ICW-Perludem-KoDe Inisiatif-JPPR-IPC-SPD-LSPP, menolak keras usulan Komisi II DPR RI ini karena akan mendegradasi kualitas pilkada serentak.
"DPR harus hentikan wacana dan upaya membuka peluang maju calon kepala daerah kepada terpidana yang menjalani percobaan. Karena bertentangan dengan aturan dan merusak moralitas dan kualitas pilkada," ujar perwakilan Koalisi Pilkada Bersih Masykurudin Hafidz, Senin (29/8).
Wacana penolakan ini harus dilakukan karena Komisi II DPR RI juga meminta KPU merevisi PKPU nomor 5 tahun 2016 tentang Pencalonan. Salah satunya Pasal 4 Ayat 1 huruf (f). Di poin tersebut dijelaskan warga negara Indonesia yang mencalonkan dan dicalonkan tidak berstatus sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
"KPU harus menolak desakan DPR RI untuk mengubah ketentuan dalam PKPU yang memberikan larangan terpidana maju menjadi kepala daerah," tegas Masykurudin.
Menurut Koalisi Pilkada Bersih, usulan sejumlah anggota Komisi II DPR ini sontak mengagetkan dan melecehkan akal sehat. Hal ini bertentangan dengan keinginan publik agar pilkada diikuti para kontestan calon kepala daerah yang bersih dari berbagai persoalan hukum.
Sudah sangat jelas bawa seseorang yang dijatuhi hukuman masa percobaan bukanlah “orang bebas” dari persoalan hukum. Terpidana dengan masa percobaan masih terikat atas tindak pidana yang dilakukannya dan dapat seketika menjadi narapidana yang menjalani hukuman di Lembaga Pemasyarakatan. Yang membedakan hanyalah para terpidana percobaan menjalani hukumannya di luar lapas.
Mengacu pada UU Nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan menyebutkan definisi terpidana adalah “seseorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.”
Koalisi Pilkada Bersih menilai, ada tiga alasan menolak wacana Komisi II DPR RI untuk memberi peluang terpidana percobaan untuk mencalonkan diri dalam pilkada.
Pertama, terpidana yang sedang dalam masa percobaan tidak memenuhi syarat formal sebagai calon kepala daerah sebagaimana ketentuan PKPU nomor 5 tahun 2016 tentang Pencalonan yakni Pasal 4 Ayat 1 huruf (f), yakni sedang berstatus sebagai terpidana dan secara otomatis yang bersangkutan tidak berkelakuan baik.
Kedua, putusan pengadilan yang menyatakan seseorang terbukti bersalah melakukan tindak pidana dan yang bersangkutan tidak melakukan upaya hukum (banding/kasasi) maka dianggap sebagai Putusan yang Berkekuatan Hukum Tetap (BKT).
Terakhir, pencalonan terpidana hukuman percobaan dalam Pilkada mencederai upaya membangun demokrasi yang bersih dan berintegritas. (Y Gustaman)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News