Sumber: TribunNews.com | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sekretariat Jenderal Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) menerapkan kebijakan work from home (WFH) bagi sebagian pegawainya menyusul aksi unjuk rasa buruh di sekitar kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (28/8/2025).
Kebijakan tersebut tertuang dalam Surat Edaran Nomor 14/SE-SEKJEN/2025 yang ditetapkan Rabu (27/8/2025), dan ditandatangani oleh Sekretaris Jenderal DPR RI, Indra Iskandar.
"Surat Edaran ini bertujuan untuk memberikan fleksibilitas kerja berbasis lokasi sebagai langkah antisipasi terhadap potensi hambatan mobilitas akibat aksi unjuk rasa di sekitar Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia," demikian isi surat edaran tersebut.
Baca Juga: Demo Buruh Tuntut Kenaikan Upah 8,5%-10%, Berikut Perhitungan UMP 2026 Versi Buruh
Dalam surat edaran dijelaskan, pegawai yang tidak memiliki penugasan langsung dapat menjalankan tugas secara WFH. Sementara itu, pegawai dengan tugas penting dan mendesak tetap diwajibkan hadir bekerja dari kantor (WFO).
Pimpinan unit diminta mengatur kehadiran dengan komposisi 25 persen pegawai bekerja dari kantor dan 75 persen dari rumah, dengan tetap memperhatikan kebutuhan layanan prioritas.
Adapun pegawai yang sedang dalam perjalanan dinas diminta tetap melaksanakan tugas dari lokasi sebagaimana tercantum dalam surat tugas.
Pegawai juga diimbau menghindari area konsentrasi massa aksi dan memastikan komunikasi tetap aktif selama menjalankan tugas secara jarak jauh. Pengisian kehadiran tetap diwajibkan melalui aplikasi SIRAJIN atau MANDALA.
Sekretariat Jenderal DPR RI menegaskan bahwa pelanggaran atas ketentuan kehadiran akan dikenai sanksi berupa pemotongan tunjangan kinerja dan sanksi disiplin sesuai peraturan yang berlaku
Kompleks Parlemen Sepi
Terkait WFH tersebut, kondisi Gedung MPR/DPR/DPD RI sepi dari anggota dewan dan pegawai. Situasi sepi tersebut mulai terlihat dari parkir mobil anggota dewan.
Berdasarkan pantauan Tribunnews.com sekira pukul 10.30 WIB, tidak banyak mobil yang terparkir di lokasi parkiran.
Adapun, parkiran mobil anggota dewan ada di Gedung Nusantara I dan Gedung Nusantara II.
Di kedua lokasi parkiran tersebut, terlihat hanya beberapa mobil yang terparkir.
Namun mobil tersebut tidak menggunakan pelat nomor khusus anggota DPR.
Baca Juga: Antisipasi Demo 28 Agustus, 19 Kereta Api Berhenti Luar Biasa di Stasiun Jatinegara
Demo Buruh
Buruh dari berbagai wilayah di Indonesia akan menggelar aksi serentak pada Kamis (28/8/2025).
Aksi nasional ini diprakarsai oleh Partai Buruh bersama Koalisi Serikat Pekerja, termasuk Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI).
Jumlahnya ditaksir puluhan ribu buruh.
Presiden KSPI yang juga Presiden Partai Buruh, Said Iqbal, mengatakan aksi akan dipusatkan di depan DPR RI atau Istana Kepresidenan Jakarta.
"Tidak kurang dari 10 ribu buruh dari Karawang, Bekasi, Bogor, Depok, Tangerang, dan DKI Jakarta akan bergerak menuju pusat ibu kota,” kata Said Iqbal, dalam keterangannya.
Selain di Jakarta, aksi juga digelar serentak di berbagai kota industri besar seperti Serang, Bandung, Semarang, Surabaya, Medan, Banda Aceh, Batam, Bandar Lampung, Banjarmasin, Pontianak, Samarinda, Makassar, Gorontalo, dan sejumlah daerah lain.
Gerakan buruh kali ini diberi nama HOSTUM (Hapus Outsourcing, Tolak Upah Murah) dan dilakukan secara damai.
Said Iqbal menyebut aksi ini menjadi momentum untuk menegaskan sejumlah tuntutan.
Pertama, buruh meminta pemerintah menaikkan upah minimum nasional 2026 sebesar 8,5–10,5 persen.
"Perhitungan ini berdasarkan formula resmi yang ditetapkan dalam putusan Mahkamah Konstitusi No. 168, yakni inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu," jelas Said Iqbal.
Baca Juga: Ada Demo Buruh, Begini Proyeksi IHSG Sepanjang Hari Ini, Kamis (28/8/2025)
Menurutnya, inflasi dari Oktober 2024 hingga September 2025 diproyeksikan 3,26 persen, sedangkan pertumbuhan ekonomi sekitar 5,1–5,2 persen.
"Jika demikian, seharusnya ada keberanian untuk menaikkan upah agar daya beli buruh dan masyarakat meningkat," tegasnya.
Kedua, Said Iqbal menegaskan praktik outsourcing masih marak meski putusan MK sudah membatasi.
"Pekerjaan inti tidak boleh di-outsourcing. Outsourcing hanya untuk pekerjaan penunjang, misalnya keamanan. Karena itu, buruh menuntut agar pemerintah mencabut PP No. 35 Tahun 2021 yang melegalkan outsourcing secara luas," ujarnya.
Dia juga menyinggung beban pajak yang semakin menjerat masyarakat.
Selanjutnya: Harga Gandum Menguat Tipis dari Posisi Terendah, Pasokan Melimpah Batasi Kenaikan
Menarik Dibaca: 4 Buku Finance Terbaik: Panduan Lengkap untuk Pemula
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News