Reporter: Hasyim Ashari | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meminta pemerintah melanjutkan rencana pengenaan cukai untuk minuman bersoda dan minuman berpemanis. Pasalnya, rencana itu amanat dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016, yaitu harus ada ekstentifikasi barang kena cukai (BKC), antara lain untuk plastik dan minuman bersoda.
Anggota DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Abdul Kadir Karding menyampaikan pengenaan cukai itu berkaitan dengan pengendalian sebuah produk dan biasanya berkaitan dengan kesehatan masyarakat. "Minuman bersoda itu membahayakan kesehatan masyarakat maka harus dikenakan cukai," ujar Karding, Selasa (11/10).
Berbekal penelitian di sejumlah lembaga, Karding mengatakan, minuman bersoda membahayakan kesehatan. Contohnya, mengandung kalori tinggi tanpa nutrisi, meningkatkan kadar gula dalam darah, penyebab osteoporosis, hingga mengandung aneka zat aditif serta menimbulkan kecanduan.
Di sisi lain, pengenaan cukai baru bisa menambah penerimaan negara. Berdasarkan hasil kajian Kementerian Keuangan, besaran konsumsi minuman berkarbonasi setiap tahunnya mencapai 3,75 juta kiloliter. Jika dikenakan tarif cukai sebesar Rp 3.000 per liter saja, pendapatan negara yang tercipta sekitar Rp 11,24 triliun.
"Realisasi pendapatan negara khususnya dari sisi perpajakan masih jauh dari yang diharapkan. Karena itu, potensi tambahan pendapatan tersebut memang layak untuk direalisasikan," ungkapnya.
Menurut Karding, jika pemerintah hanya mengandalkan perluasan basis alamiah pajak, target meningkatkan penerimaan negara tidak akan tercapai. Karena itu dibutuhkan perluasan non-organik.
Sementara Anggota Komisi XI DPR Anna Muawannah mengkritik pemerintah yang membatalkan penerepan cukai minuman bersoda yang harusnya ditetapkan tahun ini. "Berdasarkan informasi dari Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Menteri Kesehatan membuat surat keberatan minuman bersoda dikenakan cukai," ungkapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News