Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akhirnya mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) mengenai pekerja sosial menjadi Undang-Undang. Undang-Undang ini disahkan setelah dilakukan pembahasan intensif terkait aspek substantif atas RUU ini.
Aturan ini memiliki 12 Bab dan 69 pasal yang terdiri dari ketentuan umum, praktik pekerjaan sosial, standar praktik pekerjaan sosial, pendidikan profesi pekerja sosial, registrasi dan izin praktik, hak dan kewajiban, organisasi pekerja sosial, dewan kehormatan kode etik, tugas dan wewenang, peran serta masyarakat, ketentuan peralihan serta ketentuan penutup.
Ketua Komisi VIII DPR Ali Taher mengatakan terdapat beberapa ketentuan pokok yang diatur dalam RUU ini. Pertama, terkait definisi pekerja sosial, dimana pekerja sosial adalah seseorang yang memiliki pengetahuan, keterampilan, dan nilai praktik pekerjaan sosial serta telah mendapatkan sertifikat kompetensi.
Baca Juga: Kemenkeu yakin target lifting minyak terpenuhi untuk menjaga penerimaan di 2020
Kedua, cakupan pelayanan praktik pekerjaan sosial meliputi pencegahan disfungsi sosial, perlindungan sosial, rehabilitasi sosial, pemberdayaan sosial dan pengembangan sosial.
Ketiga, pendidikan profesi pekerja sosial merupakan pendidikan setelah sarjana yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang bekerja sama dengan Kementerian lembaga pemerintah non-kementerian, dan/atau organisasi profesi yang bertanggung jawab atas mutu layanan profesi.
Keempat, setiap pekerja sosial yang melaksanakan praktik pekerjaan sosial wajib memiliki surat tanda registrasi yang memenuhi persyaratan yakni memiliki sertifikat kompetensi, surat keterangan kondisi jasmani dan rohani, surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji pekerja sosial dan membuat pernyataan mematuhi dan melaksanakan ketentuan kode etik pekerja sosial.
"Sehingga bagi penyandang disalibilitas pun tidak ada hambatan untuk menjadi pekerja sosial," tutur Ali di ruang sidang paripurna, Selasa (3/9).
Baca Juga: DPR dan pemerintah menyepakati pengesahan UU tentang pekerja sosial
Tak hanya itu, beleid tersebut pun mengatur registrasi pekerja sosial warga negara asing yang melakukan praktik pekerjaan sosial di Indonesia, dimana mereka diwajibkan memiliki surat izin kerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan kemampuan berbahasa Indonesia.
Di samping itu, pekerja sosial warga negara asing yang telah memenuhi ketentuan diberikan Surat Tanda Registrasi (STR) sementara oleh organisasi pekerja sosial.
"Dalam RUU juga mengatur pekerja sosial warga negara asing dapat melakukan praktik pekerjaan sosial di Indonesia, namun saya tekankan pekerja sosial warga negara asing yang melakukan praktik pekerjaan sosial di Indonesia harus memiliki surat izin kerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan mampu berbahasa Indonesia dengan baik," tutur Ali.
Baca Juga: Anggaran 2020 konservatif, Bahana Sekuritas prediksi saham sejumlah sektor unggul
Lebih lanjut, Ali pun menegaskan bahwa hal mendasar yang membuat DPR melakukan inisiasi dan mengusulkan RUU tentang pekerja sosial ini adalah untuk memberikan jawaban atas permasalahan terhadap kebutuhan pekerja sosial sebagai salah satu sumber daya manusia penyelenggara kesejahteraan sosial di Indonesia yang besar.
Ali menyebut, di 2012, terdapat 15,5 juta rumah tangga Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial sedangkan jumlah pekerja sosial yang ada baru sekitar 15.522 orang. Dengan begitu, pada 2012 hanya 1 pekerja sosial melayani 1.000 PMKS. "Idealnya, rasionya 1 pekerja sosial melayani 100 PMKS," kata Ali.
Nantinya, kata Ali, beberapa peraturan pelaksanaan yang dimandatkan setelah RUU ini menjadi Undang-Undang akan ada ada 1 peraturan pemerintah, 9 peraturan menteri, dan 3 ketetapan menteri.
Dalam pasal 68 pun disebutkan bahwa peraturan pelaksanaan dari undang-undang ini harus ditetapkan paling lama 2 tahun sejak Undang-Undang diundangkan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News